Saturday, 7 October 2017

 FOTO SELFIE SEBAGAI DAYA TARIK WISATA MINAT KHUSUS DI ANJUNGAN TUKAD MELANGIT (ATM)  KABUPATEN BANGLI

Oleh : I Wayan Wiwin
Dosen Program Studi Industri Perjalanan Jurusan Pariwisata Budaya Fakultas Dharma Duta IHDN Denpasar

Abstrak
Wisata minat khusus telah menjadi trend pariwisata saat ini, dimana wisata minat khusus merupakan jenis pariwisata alternatif untuk menghindari pengembangan pariwisata massal yang cenderung berdampak negatif selama ini. Wisata minat khusus yang menjadi fenomena baru di dunia pariwisata menjadi salah satu tuntutan bagi para penyedia jasa wisata. Motivasi wisatawan dalam mencari sesuatu yang baru dan mempunyai pengalaman wisata yang berkualitas menyebabkan meningkatnya permintaan bagi wisatawan minat khusus. Terutama bagi para penyedia jasa pariwisata yang ada di Bali dituntut agar memberikan inovasi yang baru, menarik dan berbeda dari biasanya. Salah satu potensi wisata minat khusus yang saat ini sedang banyak di unggah di media sosial adalah wisata foto selfie di Anjungan Tukad Melangit (ATM) yang terletak di Dusun Antugan, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli. Namun potensi wisata tersebut belum tergarap dengan maksimal sehingga diperlukan adanya upaya penyusunan program pengembangan untuk dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.
Kata Kunci : Daya Tarik Wisata Minat Khusus, Foto Selfie.

I.    PENDAHULUAN
Pentingnya peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai Negara sudah tidak diragukan lagi. Banyak Negara sejak beberapa tahun terakhir menggarap pariwisata dengan serius dan menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan di dalam perolehan devisa, penciptaan lapangan kerja, maupun pengentasan kemiskinan. Sebagai salah satu negara yang mempunyai potensi alam dan budaya, Indonesia juga bertekad untuk   mengembangkan pariwisata sebagai salah satu sektor andalan pertumbuhan perekonomiannya.  
Dengan adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 yang mengisyaratkan tatanan perubahan dalam pemerintahan, dimana Pemerintah Daerah Propinsi, Kota/Kabupaten memperoleh kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri masing-masing. Tentu setiap daerah akan berusaha untuk meningkatkan kwalitas sumber daya manusia dan alamnya yang bersifat fundamental dan multidimensi tidak hanya sebatas pada bidang politik, ekonomi, tetapi juga dalam bidang pariwisata. Kesempatan ini memacu masing-masing daerah Kabupaten untuk berlomba menggali potensi pariwisatanya guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) untuk diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Salah satu Kabupaten yang terletak di wilayah tengah Propinsi Bali yang sedang gencar membangun industri pariwisata di wilayahnya adalah Kabupaten Bangli. Dalam rangka untuk terus meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bangli, maka pemerintah Kabupaten Bangli terus berupaya untuk menggali dan mengembangkan potensi-potensi kepariwisataan yang dimilikinya, baik potensi alam maupun budaya. Namun pemerintah tidak hanya bisa mengandalkan potensi tersebut semata, diperlukan gebrakan dan usaha yang selektif untuk dapat mengembangkan berbagai potensi yang mempunyai prospek besar untuk dikembangkan.
Kabupaten Bangli memiliki bermacam potensi kepariwisataan yang masih harus dikembangkan. Beragam kekayaan Kabupaten Bangli, mulai dari alam yang indah dan produk budaya yang unik serta beragam sebetulnya merupakan faktor-faktor pendukung dan peluang bisnis bagi tumbuh dan berkembangnya industri pariwisata di Bangli. Namun demikian strategi dan kebijakan serta langkah-langkah pengembangannya disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Harapan tersebut sesuai dengan cita-cita pengembangan pariwisata yang berbasis pada kearifan lokal yang menjunjung nilai-nilai pelestarian alam dan budaya untuk keberlanjutannya dimasa depan (sustainable tourism development). Harapan tersebut salah satunya dapat diwujudkan melalui pengembangan wisata minat khusus yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat lokal.
Wisata minat khusus telah menjadi trend pariwisata saat ini dimana wisata minat khusus ini dilakukan untuk menghindari pariwisata massal dengan kata lain wisata minat khusus adalah salah satu alternatif pariwisata. Wisata minat khusus yang menjadi fenomena baru di dunia pariwisata menjadi salah satu tuntutan bagi para penyedia jasa wisata. Motivasi wisatawan dalam mencari sesuatu yang baru dan mempunyai pengalaman wisata yang berkualitas menyebabkan meningkatnya permintaan bagi wisatawan minat khusus. Terutama bagi para penyedia jasa wisata yang ada di Pulau Bali dituntut agar memberikan inovasi yang baru, menarik dan berbeda dari biasanya. Dengan banyaknya permintaan wisatawan untuk menikmati pariwisata yang berbeda dengan yang lain saat berkunjung ke suatu destinasi pariwisata menuntut para penyedia jasa pariwisata untuk selalu berinovasi dan mencari hal baru dan menarik untuk kembali dapat menarik minat wisatawan berkunjung ke suatu daya tarik wisata. Dengan adanya permintaan pariwisata yang berbeda inilah masyarakat Bangli beserta pihak-pihak terkait terus melakukan inovasi dan memberikan ide-ide yang menarik untuk dunia pariwisata dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat melalui sektor pariwisata. Dengan adanya keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan wisata minat khusus juga akan menyerap tenaga kerja dan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat setempat.
Salah satu potensi wisata minat khusus yang saat ini sedang banyak di unggah di media sosial adalah wisata selfie di Anjungan Tukad Melangit (ATM) yang terletak di Dusun Antugan, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli. Namun potensi wisata tersebut belum tergarap dengan maksimal sehingga diperlukan adanya upaya penyusunan program pengembangan untuk dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, baik wisatawan lokal (domestik) maupun wisatawan asing.
II.    PEMBAHASAN
Anjungan Tukad Melangit (ATM) terletak di Dusun Antugan, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli yang berjarak sekitar 6 kilometer arah timur laut dari pusat Kota Bangli,  dan sekitar 50 kilometer dari Kota Denpasar yang dapat di tempuh dengan waktu kurang lebih 1,5 jam. 
Pemilihan Anjungan Tukad Melangit (ATM) sebagai lokasi penelitian didasari alasan karena tempat wisata ini sedang ramai diunggah dan menjadi bahan perbincangan di media sosial sebagai salah satu tempat wisata favorit untuk wisata foto selfie yang menjadi trend remaja saat ini, dan Anjungan Tukad Melangit sudah banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik wisatawan lokal maupun maupun wisatawan asing.
Pada mulanya lokasi Anjungan Tukad Melangit ini hanya dibangun sederhana terbuat dari bahan bambu oleh beberapa orang pemuda setempat yang menjadikan tempat tersebut sebagai tempat berkumpul dan menghibur diri sekitar awal tahun 2016 yang lalu, namun lama-kelamaan setelah diunggah ke media sosial, hasil foto selfie di tempat ini mulai ramai dibicarakan oleh pengguna media sosial karena keindahan panorama alamnya yang mempesona, sehingga mulai ramai dikunjungi oleh wisatawan. Wisatawan yang berkunjung ke ATM hanya dikenakan donasi sebesar Rp. 5000 (lima ribu rupiah) per orang dan dapat menikmati semua fasilitas yang tersedia seperti anjungan tempat foto selfie, ayunan, gazebo, serta taman dengan pemandangan lembah alami yang sangat indah.
2.1 Foto Selfie Sebagai Daya Tarik Wisata Minat Khusus
Pariwisata akan dapat lebih berkembang atau dikembangkan jika suatu daerah terdapat lebih dari satu jenis objek dan daya tarik wisata (Marpaung, 2002). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Menurut Yoeti (2006: 167) secara garis besar ada empat kelompok yang merupakan daya tarik bagi wisatawan datang pada suatu negara daerah tujuan wisata tertentu yaitu:
a.    Natural Attraction, termasuk dalam kelompok ini adalah pemandangan (landscape), pemandangan laut (seascape), pantai (beaches) danau (lakes), air terjun (waterfall), kebun raya (national park), agrowisata (ogrotourism), gunung berapi (volcanos), termasuk pula flora dan fauna.
b.   Build attraction, termasuk dalam kelompok ini antara lain bangunan dengan arsitektur yang menarik, seperti rumah adat, dan termasuk bangunan kuno dan modern seperti Opera Building (Sydney), WTC (New York), Forbiden City (China), atau Big Ben (London), TMII (Taman Mini Indonesia Indah) dan daya tarik buatan lainnya.
c.    Cultural Attraction, dalam kelompok ini termasuk diantaranya peninggalan sejarah (historical Building), cerita-cerita rakyat (folklore), kesenian tradisional (traditional dances), museum, upacara keagamaan, festival kesenian dan semacamnya.
d.   Social Attraction, yang termasuk kelompok ini adalah tata cara hidup suatu masyarakat (the way of life), ragam bahasa (languages), upacara perkawinan, potong gigi, khitanan atau turun mandi dan kegiatan sosial lainnya.
Wilkinson, 1994 (dalam Pitana, 2009:69) menyebutkan jenis-jenis daya tarik wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a)      Daya Tarik Wisata Alam
Daya Tarik Wisata Alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta memiliki daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budi daya.
b)      Daya Tarik Wisata Sosial Budaya
Daya Tarik Wisata Sosial Budaya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata meliputi museum, peninggalan sejarah, upacara adat, seni pertunjukan dan kerajinan.
c)      Daya Tarik Wisata Minat Khusus
Daya Tarik Wisata Minat Khusus merupakan jenis wisata yang baru dikembangkan di Indonesia. Wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang mempunyai motivasi khusus. Dengan demikian, biasanya para wisatawan harus memiliki keahlian. Contohnya:  wisata petualangan (adventure), agrowisata, wisata spa, wisata belanja (shopping), wisata festival, wisata hobby, wisata sport, dan wisata spiritual.
Jadi yang dimaksud dengan daya tarik wisata minat khusus dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik wisatawan khususnya wisatawan yang mempunyai motivasi khusus yaitu didasari oleh motivasi untuk melakukan wisata swafoto (foto selfie) yang menjadi trend di era digital media sosial saat ini. .
2.2 Pengertian dan Sejarah Foto Selfie
Salah satu trend yang paling berkembang di jaman sekarang adalah foto selfie. Tidak dipungkiri bahwa, sebagian orang yang ada di dunia pasti pernah mengambil foto selfie. Selfie adalah jenis foto potret diri yang diambil oleh diri sendiri dengan menggunakan sebuah kamera, baik kamera digital atau kamera telepon. Selfie biasa disebut dengan memfoto diri sendiri, foto narsis atau swafoto. Istilah yang sering digunakan untuk meyebut selfie di indutri hiburan Korea adalah Selca yang merupakan kependekan dari Self Camera (https://id.wikipedia.org/wiki/Swafoto)
Istilah Selfie muncul dan digunakan pertama kali pada 13 September 2002 dalam sebuah forum internet Australia (ABC Online). Karena kepopulerannya kata selfie ini, kata selfie tercantum dalam Oxford English Dictionary versi daring pada tahun 2013. Dan Oxfor Dictionary menobatkan kata selfie sebagai Word of the year tahun 2013 pada bulan November 2013. Pada saat melakukan foto diri sendiri, pose-pose yang paling banyak dan umum digunakan adalah yang bersifat kasual, baik saat menggunakan kamera yang diarahkan pada diri sendiri atau dengan bantuan pantulan cermin. Jarak jangkau foto selfie juga terbatas, sehingga objek yang paling jelas dan paling Nampak adalah sang fotografer (pemfoto atau orang yang melakukan selfie) itu sendiri atau beberapa orang yang bisa dijangkau oleh kamera. Dengan kemudahan yang diakibatkan oleh pesatnya perkembangan teknologi, selfie atau memfoto diri sendiri saat ini sudah menjadi sebuah budaya baru yang sangat populer. Banyak orang yang bilang kalau foto selfie merupakan hal/budaya populer yang modern, namun sebenarnya memfoto diri sendiri sudah pernah dilakukan dan sudah ada sejak jaman dulu.
Pada jaman itu sekitar tahun 1900-an, seorang puteri bangsawan dari kekaisaran Rusia telah mengambil gambar dirinya sendiri lewat pantulan cermin dengan menggunakan kamera box Kodak Brownie. Puteri bangsawan itu bernama Anastasia Nikolaevna, ia merupakan puteri keempat dari Tsar Nicholas II dari Rusia. Setelah melakukan foto diri sendiri, ia kemudian mengirim foto tersebut kepada temannya pada tahun 1914 bersama sebuah surat. Pada surat yang dikirim tersebut, ia menulis: “Saya mengambil foto ini menggunakan cermin, sangat susah dan tangan saya gemetar.” Dengan aksi yang dia lakukan tersebut, sejarah mencatat bahwa Anastasia Nikolaevna sebagai orang yang pertama kali melakukan foto selfie. Demikian sejarah dan asal usul dari selfie atau memfoto diri sendiri yang menjadi trend di media sosial saat ini (http://masirul.com/pengertian-selfie-sejarah-selfie/).
Trend foto selfie ini dapat dijadikan sebagai salah satu daya tarik wisata minat khusus pada tempat-tempat wisata yang memiliki keindahan panorama alam sebagai latar belakang (backround) dari gambar foto yang dihasilkan, seperti yang berkembang di Anjungan Tukad Melangit saat ini, dengan keindahan panorama lembah di sepanjang aliran sungai Tukad Melangit di Dusun Antugan Desa Jehem yang begitu mempesona.
2.3  Program-Program Pengembangan Wisata Foto Selfie Sebagai Daya Tarik Wisata Minat Khusus di Anjungan Tukad Melangit (ATM)
Adapun program-program pengembangan wisata foto selfie sebagai daya tarik wisata minat khusus di Anjungan Tukad Melangit (ATM), dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu program fisik dan program non fisik.
2.2.1 Program Fisik
            Adapun program fisik untuk mewujudkan Anjungan Tukad Melangit sebagai daya tarik wisata minat khusus, adalah sebagai berikut :
a)      Pembangunan sarana dan prasarana pendukung kepariwisataan
Pembangunan sarana dan prasarana pendukung kepariwisataan di sekitar kawasan Anjungan Tukad Melangit meliputi : pembangunan tempat parkir bagi pengunjung, pembangunan jalan setapak mengelilingi seluruh area Anjungan Tukad Melangit, pembangunan taman dan gazebo tempat istirahat bagi pengunjung, pembangunan toilet, dan pembangunan warung cafeteria yang menyediakan menu makanan tradisional khas Dusun Antugan.
b)     Pembuatan anjungan sebagai tempat melakukan foto selfie  
Pembuatan anjungan sebagai tempat melakukan foto selfie di atas tebing lembah aliran Sungai Melangit merupakan daya tarik utama dan menjadi prioritas dalam penataan daya tarik wisata di kawasan ini, hal ini sangat penting agar memberikan rasa aman dan mendapatkan titik poin yang tepat dalam pengambilan gambar foto selfie. Anjungan yang telah dibangun sebanyak 3 buah yang di desain cukup menarik dan tentunya memperhatikan faktor keselamatan pengunjung. 
c)      Pembudidayaan tanaman pisang batu sebagai tanaman perkebunan khas Dusun Antugan
Di kawasan Anjungan Tukad Melangit yang terletak di Dusun Antugan Desa Jehem Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli banyak terdapat perkebunan pisang batu sebagai hasil perkebunan mayoritas penduduk setempat, budidaya tanaman pisang batu telah menjadi mata percaharian utama para petani local dan sudah menjadi ciri khas pertanian di Dusun Antugan. Desa Antugan telah menjadi pemasok daun pisang batu yang dipasarkan hampir di seluruh pasar tradisional di Bali dan di Kabupaten Bangli pada khususnya. Daun pisang batu merupakan daun pisang terbaik yang digunakan sebagai bahan pembuatan sarana upacara yadnya dan sebagai pembungkus makanan tradisional di Bali. Selain daun dan buahnya, batang pohon pisang batu juga dipasok untuk kepentingan pangan ternak dan bahan konsumsi sayur masyarakat Bali.
Pembudidayaan tanaman pisang batu ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu atraksi wisata tambahan, dan hasilnya juga dapat dikemas sebagai bahan makanan tradisional khas dusun Antugan yang disuguhkan kepada wisatawan yang berkunjung, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi pengembangan pariwisata di ATM.
2.2.2        Program Non Fisik
Adapun program non fisik untuk mewujudkan Anjungan Tukad Melangit sebagai daya tarik wisata minat khusus meliputi :
a)      Program pelatihan dan pengelolaan usaha pariwisata bagi masyarakat lokal
Kualitas sumber daya manusia khusus di bidang kepariwisataan tentunya relative masih minim di Dusun Antugan. Untuk itu diperlukan adanya program pelatihan dalam bidang kepariwisataan. Jika SDM masyarakat lokal tidak diarahkan serta dibina maka akan menjadi suatu kendala dalam upaya pengembangan pariwisata. Program pelatihannya antara lain : pelatihan dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan, pelatihan bahasa asing, serta pelatihan pengelolaan usaha pariwisata misalnya usaha penyediaan perlengkapan fotografi, perkemahan, usaha souvenir, dan warung makan tradisional.
b)     Program pelatihan dasar teknik fotografi bagi pihak pengelola Anjungan Tukad Melangit
Program pelatihan dasar teknik fotografi tentunya sangat diperlukan bagi pihak pengelola ATM, hal ini untuk memudahkan pihak pengelola dalam memberikan pelayanan dan berbagai pengetahuan dan informasi kepada wisatawan yang berkunjung, khususnya yang tertarik dengan wisata foto selfie.
c)      Program penyuluhan tentang budidaya dan pengolahan hasil perkebunan pisang batu sebagai tanaman khas dusun Antugan.
Program penyuluhan budidaya dan pengolahan hasil tanaman pisang batu sangat penting diberikan kepada masyarakat lokal, karena berkebun pisang batu telah menjadi ikon masyarakat di Dusun Antugan sebagai mata pencaharian. Program ini juga sangat diperlukan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang bagaiamana mengolah bahan baku pisang sebagai makanan tradisional yang bernilai tinggi untuk dapat disuguhkan kepada wisatawan yang berkunjung, sehingga dapat memberikan penghasilan tambahan bagi petani, serta dapat dijadikan sebagai salah satu ikon kuliner khas Dusun Antugan.
d)     Program penyuluhan tentang konservasi kawasan dan lingkungan hidup kepada masyarakat lokal
Program penyuluhan tentang konservasi kawasan dan lingkungan hidup harus menjadi prioritas, karena masyarakat lokal merupakan subjek utama yang berinteraksi langsung dengan lingkungan alam setempat. Keberadaan masyarakat sangat penting untuk turut serta berperan aktif menjaga, memelihara, mengusahakan, dan melestarikan lingkungan karena segala dampak yang diakibatkan oleh lingkungan maka pihak masyarakatlah yang secara langsung merasakannya.  Aktivitas penanganan lingkungan secara lokal yang dilakukan oleh masyarakat akan menjadi contoh dan merupakan sumber informasi/pengalaman yang berdampak global.
Bumi merupakan satu-satunya planet yang dapat memberikan harapan hidup bagi manusia dan mahluk hidup lainnya wajib kita jaga agar terhindar dari kerusakan. Kelestarian alam wajib kita wariskan kepada generasi mendatang dalam keadaan lebih baik dari yang kita nikmati dan miliki saat ini. Masyarakat dan semua pihak wajib bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan agar daya dukungnya bagi kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya terjamin dalam jangka panjang sehingga selaras dengan prinsip-prinsip pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.
III.    PENUTUP
Wisata foto selfie sangat menjanjikan untuk terus dikembangkan sebagai daya tarik wisata minat khusus di kawasan Anjungan Tukad Melangit (ATM), hal ini terlihat dari semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke ATM serta banyaknya akun media sosial (seperti facebook, twiter, instagram) yang menggunggah foto selfie mereka di Anjungan Tukad Melangit. Adapun program-program pengembangan wisata foto selfie sebagai daya tarik wisata minat khusus di Anjungan Tukad Melangit (ATM), dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu program fisik dan program non fisik. Program fisiknya meliputi : pembangunan sarana dan prasarana pendukung kepariwisataan, pembuatan anjungan sebagai tempat melakukan foto selfie, dan pembudidayaan tanaman pisang batu sebagai tanaman perkebunan khas Dusun Antugan. Sedangkan program non-fisiknya meliputi : program pelatihan dan pengelolaan usaha pariwisata bagi masyarakat lokal, program pelatihan dasar teknik fotografi bagi pihak pengelola Anjungan Tukad Melangit, program penyuluhan tentang budidaya dan pengolahan hasil perkebunan pisang batu sebagai tanaman khas dusun Antugan, serta program penyuluhan tentang konservasi kawasan dan lingkungan hidup kepada masyarakat lokal. Program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Anjungan Tukad Melangit (ATM), khususnya wisatawan dengan motivasi minat khusus yaitu wisata foto selfie.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2016. Informasi Kepariwisataan Kabupaten Bangli 2016. Bangli : Dinas 
            Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli.
----------, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
----------, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jilid III). Jakarta: Balai Pustaka.
Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Faisal, Sanafiah. 2001. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raya Grafindo Persada.
Geriya, Wayan. 1996. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, Global. Denpasar: Upada Sastra.
Kusmayadi, E. S., 2000. Metodelogi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Marzuki. 1977. Metodelogi Riset. Yogyakarta: BPFE-UII.
Pitana, I Gde. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: Bali Post.
----------------. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: ANDI.
Sumadi, K. 2000. Kepariwisataan Indonesia Sebuah Pengantar. Denpasar: Sari Kahyangan.
Suwantoro, G. 2002. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: ANDI.
Wardiyanta, 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: ANDI.
Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa
Internet :

REVITALISASI PENGELOLAAN DTWK KINTAMANI MENUJU PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN

Oleh : I Wayan Wiwin


Abstrak
Daya Tarik Wisata Khusus (DTWK) Kintamani sebagai salah satu ikon pariwisata Bali memiliki potensi sumber daya pariwisata yang luar biasa, namun potensi besar tersebut tidak didukung oleh manajemen pengelolaan yang profesional sehingga belakangan ini menimbulkan berbagai permasalahan yang justru menurunkan citra Kintamanai sebagai kawasan pariwisata yang diminati wisatawan domestik maupun mancanegara, seperti adanya pungutan karcis masuk (entrance ticket) yang tidak sesuai ketentuan, ketidak-ramahan para pedagang acung, adanya pasar tumpah yang menggagu kenyamanan pengunjung, lalu lintas truk angkutan galian C yang mengganggu, serta berdirinya berbagai fasilitas wisata (hotel dan restoran) yang mengancam kelestarian alam dan ilegal. Kondisi ini tentunya memerlukan adanya upaya revitalisasi dalam pengelolaan DTWK Kintamani agar dapat memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat lokal sehingga akan menumbuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat dan pihak-pihak terkait dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi wisatawan menuju pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.
Kata Kunci : Revitalisasi, Pengelolaan, Daya Tarik Wisata, Pariwisata Berkelanjutan.


I.    PENDAHULUAN
Pariwisata saat ini telah diakui sebagai salah satu sektor penggerak perekonomian Bali, hal ini ditunjukan dengan semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Bali dari tahun ke tahun yang tentunya membutuhkan berbagai penyediaan fasilitas pariwisata yang menyerap banyak lapangan pekerjaan dan menumbuhkan perekonomian masyarakat.
Salah satu ikon pariwisata Bali adalah Kintamani yang memiliki sumber daya pariwisata berupa kaldera, danau, desa tradisional dan unsur-unsur kebudayaan yang kuat. Kintamani merupakan “highlight” pariwisata Bali sejak lama, karena Kintamani memiliki beragam sumber daya pariwisata baik alam maupun budaya yang unik dan tiada duanya di dunia, bahkan saat ini Kintamanai telah terdaftar sebagai kawasan Geopark oleh UNESCO. Namun belakangan ini, brand Kintamani sebagai sebuah destinasi popular di Bali telah mengalami kemerosotan. Hal ini disebabkan karena berbagai permasalahan yang timbul akibat “ketidakberesan” dalam manajemen pengelolaan Kintamani sebagai daya tarik wisata andalan di Kabupaten Bangli. Mulai dari permasalahan keluhan wisatawan terhadap pelayanan pedagang acung, sembrawutnya pasar tumpah di kawasan Penelokan, tidak terkontrolnya pembangunan fasilitas penyedia jasa akomodasi dan restoran, kroditnya lalu lintas truk pengangkut galian C, serta terjadinya kasus video “mafia tiket” yang tersebar luas yang menyedot perhatian pengguna media sosial belakangan ini. Keadaan ini tentunya sangat merusak citra pariwisata Bangli dan Bali secara umum. Kondisi ini disebabkan karena lemahnya sistem pengelolaan kawasan Kintamanai sebagai Daya Tarik Wisata Khusus (DTWK), dimana saat ini DTWK Kintamani dikelola langsung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah Kabupaten Bangli dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki, yang cenderung kurang melibatkan peran serta masyarakat lokal sehingga sering menimbulkan permasalahn dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan.
Untuk itu diperlukan adanya upaya revitalisasi dalam pengelolaan DTWK  Kintamani menuju pengembangan pariwisata yang berkelanjutan berbasis masyarakat lokal, dan upaya revitalisasi dalam pengelolaan ini harus dimulai dari pengelolaan kawasan Penelokan, kenapa demikian? Karena kawasan Penelokan adalah tampilan depan (shoot view) dari kawasan Kintamani secara keseluruhan, dimana selama ini wisatawan menikmati Kintamani sebagai ikon pariwisata Bali diawali dari Penelokan.

II.    PEMBAHASAN
2.1     Konsep Revitalisasi Kawasan Pariwisata
Dengan bertambahnya usia sebuah kawasan pariwisata, maka akan muncul kawasan yang tidak teratur, terdapat kawasan pariwisata yang produktivitas ekonominya menurun, adanya kawasan pariwisata yang terdegradasi lingkungannya akibat layanan prasarana sarana tidak memadai, bahkan beberapa warisan budaya (heritage) menjadi rusak, dan tidak sedikit kawasan pariwisata yang nilai lokasinya menurun. Muncul pula kawasan yang kepemilikan tanah menjadi tidak jelas dan kepadatan fisiknya rendah. Kondisi di atas diperparah karena komitmen Pemerintah Daerah yang rendah dalam menata dan mengelola kawasan pariwisata tersebut.
Penurunan kulitas fisik, lingkungan, dan ruang kawasan pariwisata tersebut tentu tidak lepas dari peran aktifitas masyarakat di dalamnya. Baik itu karena pemanfaatan yang berlebih terhadap sumber daya ataupun karena faktor eksternal yang berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi kawasan tersebut. Terlepas dari faktor-faktor penyebab penurunan dan atau stagnasi yang terjadi terhadap kawasan pariwisata. Diperlukan suatu instrumen penataan yang berfungsi mengembalikan fungsi dan keadaan awal suatu kawasan atau meningkatkankan kawasan yang stagnan. Salah satu instrumen yang bisa digunakan untuk mengembalikan keadaan ini adalah revitalisasi. Dalam pedoman revitalisasi yang dikeluarkan dalam Permen PU No. 18/PRT/M/2010, dijelaskan bahwa revitalisasi ini adalah suatu upaya untuk meningkatkan nilai lahan/kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya.

2.2. Konsep Pengelolaan Daya Tarik Wisata
2.2.1. Pengelolaan
Kata pengelolaan berasal dari kata kerja mengelola dan merupakan terjemahan dari bahasa Italia yaitu menegiare yaitu yang artinya menangani alat-alat, berasal dari bahasa latin manus yang artinya tangan. Dalam bahasa Prancis terdapat kata mesnagement yang kemudian menjadi management. Pengelolaan dari kata kelola menurut bahasa adalah Penyelenggaraan (Poerwadarminta,1976:469). Sedangkan menurut Siswanto pengelolaan merupakan suatu aktifitas yang sistematis yang saling bersusulan agar tercapai tujuan (Siswanto, 2005 : 21). Pengelolaan dapat diartikan sebagai manajemen, manajemen adalah sebagai suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan.
Pengertian tersebut dalam skala aktifitas juga dapat diartikan sebagai aktifitas menerbitkan, mengatur, dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang, sehingga mampu mengemukakan, menata, dan merapikan segala sesuatu yang ada disekitarnya, mengetahui prinsip-prinsipnya serta menjadi hidup selaras dan serasi dengan yang lainnya (Munir, 2006: 9).
            Menurut Terry (dalam Siswanto, 2005:22) mengartikan pengelolaan sebagai suatu usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui usaha orang lain. Andrew. F. Siula (dalam Siswanto, 2005:22), pengelolaan umumnya dikaitkan dengan aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh organisasi sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien.
Pengelolaan berarti proses, cara, perbuatan pengelola, proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain, proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi, proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:534).
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen merupakan aktivitas yang mencakup perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Pengarahan adalah mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan serta pengendalian dan pengawasan adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana.
Arti penting pengelolaan dalam konteks manajemen adalah memungkinkan sekelompok orang untuk mencapai tujuan organisasional secara bersama-sama. Selain itu pengelolaan memungkinkan kerjasama antar orang-orang dan individu di dalam organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.

2.2.2. Unsur-Unsur Manajemen
Unsur-unsur yang terdapat dalam manajemen, menurut Manullang menyebutkan manajemen memiliki unsur-unsur yang saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan yaitu 6M +1 I meliputi :
1) Man (manusia)
Manusia merupakan unsur pendukung yang paling penting untuk pencapaian sebuah tujuan yang telah ditentukan sehingga berhasil atau gagalnya suatu manajemen tergantung pada
kemampuan untuk mendorong dan menggerakkan orang-orang ke arah tujuan yang hendak dicapai.
2) Money (uang)
Untuk melakukan berbagai aktifitas diperlukan uang, seperti gaji atau upah. Uang sebagai sarana manajemen harus digunakan sedemikian rupa agar tujuan yang ingin dicapai bila dinilai dengan uang lebih besar daripada uang yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
3) Material
Dalam proses pelaksanaan kegiatan, manusia menggunakan bahan-bahan (material), karenanya dianggap sebagai alat atau sarana manajemen untuk mencapai tujuan.
4) Machine (mesin)
Peranan mesin sangat dibutuhkan agar proses produksi dan pekerjaan bisa berjalan efektif dan efisien.
5) Method (metode)
Untuk melakukan kegiatan-kegiatan secara berdaya guna dan berhasil guna, manusia dihadapkan kepada berbagai alternatif atau cara melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, metode atau cara dianggap sebagai sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan.
6) Market (pasar)
Bagi badan yang bergerak dibidang industri, maka sarana manajemen penting lainnya adalah pasar, tanpa adanya pasar bagi hasil produksi jelas tujuan perusahaan industri tidak mungkin akan tercapai.
7) Informasi
Segala informasi yang digunakan dalam melakukan kegiatan suatu perusahaan. Informasi sangat dibutuhkan di dalam manajemen. Informasi tentang apa yang sedang terkenal sekarang ini, apa yang sedang disukai, apa yang sedang terjadi di masyarakat. Manajemen informasi sangat penting juga untuk menganalisis produk yang telah dan akan di pasarkan (Manullang,2008:6).

2.2.3. Prinsip-Prinsip Manajemen
Menurut Henry Fayol manajemen mempunyai 14 prinsip manajemen yang perlu diterapkan dalam pelaksanaan tugas, namun sifatnya fleksibel maksudnya tidak harus diterapkan sekaligus, melainkan disesuaikan dengan situasi yang ada. 14 prinsip manajemen adalah sebagai berikut :
1) Adanya pembagian kerja, berhubungan dengan prinsip spesialisasi dalam rangka efisiensi penggunaan tenaga kerja.
2) Wewenang dan tanggung jawab, keduanya mempunyai hubungan, sebab tanggung jawab merupakan akibat yang wajar dan timbul dari adanya wewenang.
3) Disiplin yaitu sikap menghormati perjanjian-perjanjian yang dijuruskan mencapai ketaatan pada peraturan-peraturan yang ada. Untuk itu diperlukan atasan yang baik pada semua tingkatan.
4) Kesatuan perintah, seorang pegawai hendaknya menerima perintah-perintah dari hanya seorang atasan saja.
5) Kesatuan jurusan, setiap kegiatan yang mempunyai sasaran sama harus mempunyai seorang kepala dan satu rencana.
6) Kepentingan perseorangan harus tunduk dan diatasi oleh kepentingan kelompok.
7) Pembayaran upah pegawai dan caranya supaya adil dan memberi kepuasan maksimum bagi pegawai dan majikan.
8) Pentingnya pembatasan wewenang mana yang dipusatkan dan mana yang dibagi-bagi kepada bagiannya.
9) Hierarki atau rantai berskala, yaitu rantaian pengawas atau suatu garis wewenang yang jelas.
10) Perlunya ketertiban, baik ketertiban material dan sosial.
11) Keadilan, supaya bawahan mau setia dan taat kepada pimpinan.
12) Stabilitas dari pegawai, supaya dapat menghemat ongkos.
13) Pada bawahan harus diberikan kesempatan mengungkapkan dan menjalankan inisiatif.
14) Esprit de corps atau kesetiaan pada kelompok, ini menunjukkan perlunya kerja sama kelompok serta perlunya komunikasi untuk mencapainya ((Manullang,2008:7).

2.2.4. Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut George R. Terry mendiskripsikan pekerjaan Manajer berdasarkan fungsinya yakni perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing), penggerakkan (Actuating), pengendalian (Controlling) (Siswanto, 2005 : 18).
1). Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. Perencanaan merupakan fungsi yang mendasar dan utama dari semua fungsi-fungsi manajemen, karena selain sebagai fungsi yang pertama dan utama, ia menentukan bagaimana fungsi–fungsi manajemen lainnya akan dilaksanakan atau merupakan dasar, landasan atau titik tolak dalam melaksanakan tindakan -tindakan manajerial.
Adapun menurut Heidjrachman Ranupandojo, perencanaan ialah pengambilan keputusan tentang apa yang dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, kapan mengerjakannya, siapa yang mengerjakannya dan bagaimana mengukur keberhasilan pelaksanaannya. Perencanaan disini menekankan pada perencanaan secara implisit, mengandung arti penentuan tujuan, pengembangan kebijakan, program, sistem dan prosedur, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan adalah proses kegiatan pengambilan keputusan yang mengandung peramalan masa depan tentang fakta, kebutuhan organisasi yang berhubungan dengan program kegiatan yang akan dilaksanakan se-efisien mungkin. Jadi, perencanaan harus dapat menggariskan segala tindakan organisasi agar berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2). Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian ialah keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuhdan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Fungsi organizing adalah fungsi pimpinan untuk menetapkan dan mengatur kegiatan yang dilakukan dalam mencapai tujuan, mengadakan pembagian pekerjaan, menempatkan orang-orang yang berwenang pada kesatuankesatuan organisatoris atau departemen serta menetapkan batas-batas wewenang yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas masing-masing. Artinya fungsi pengorganisasian yang menghasilkan organisasi bukanlah dan tidak boleh dijadikan sebagai tujuan.
3). Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan atau penggerakan dapat diartikan sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya organisasi dengan efisien, efektif dan ekonomis. Pelaksanaan atau penggerakan (actuating), dilakukan setelah sebuah organisasi memiliki perencanaan dan melakukan pengorganisasian dengan memiliki struktur organisasi termasuk tersedianya personil sebagai pelaksana sesuai kebutuhan unit /satuan kerja yang dibentuk. Diantara kegiatannya adalah melakukan pengarahan, bimbingan dan komunikasi. Pengarahan dan bimbingan adalah kegiatan menciptakan, memelihara, menjaga, mempertahankan dan memajukan organisasi melalui setiap personil, baik secara structural maupun fungsional, agar langkah operasionalnya tidak keluar dari usaha mencapai tujuan organisasi. Jadi, dalam sebuah organisasi, fungsi penggerakan merupakan fungsi manajerial yang teramat penting karena secara langsung berkaitan dengan manusia yang memiliki segala jenis kepentingan dan kebutuhan masing-masing.
4). Pengawasan (Controlling)
Controlling atau pengawasan merupakan fungsi manajerial dasar yang sengaja didesain untuk maksud-maksud tertentu sesuai dengan tujuan kontrol yang diharapkan, sehingga manajer dapat mengetahui efektivitas sumber-sumber informasi yang ada dalam organisasinya, efektivitas aktifitas kelompok, serta efektivitas aktifitas setiap individu anggota organisasinya. Fungsi pengawasan adalah suatu proses untuk mengamati pekerjaan yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu, dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang dapat segera mengadakan perbaikan dari penyimpangan, sesaat atau beberapa saat sesudah penyimpangan terjadi. Tujuan utama dari pengaawasan untuk mencari dan memberitahu kelemahan-kelemahan yang dihadapi, dimaksud untuk menghindarkan pengertian negative.
Kegiatan pengontrolan dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan dari pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan dan sekaligus melakukan tindakan perbaikan apabila penyimpangan sudah terjadi dari apa yang sudah direncanakan. Dengan demikian, kegiatan pengontrolan mengusahakan agar pelaksanaan rencana sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana. Oleh karena itu, pengontrolan dimaksudkan agar tujuan yang dicapai sesuai dengan atau tidak menyimpang dari rencana yang telah ditentukan.

2.3  Konsep Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Menurut Piagam Pariwisata Berkelanjutan di Insula tahun 1995, menyatakan bahwa “Pariwisata harus berdasarkan pada kriteria yang berkelanjutan yang intinya adalah pembangunan yang harus didukung secara ekologis dalam jangka panjang dan sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. (Hidayati, 2003 : 14).
Pelaksanaan kata sustainability dalam pengembangan pariwisata terlihat pada pemenuhan dua syarat utama, yaitu : memperhatikan kelestarian lingkungan dan orientasi pada masyarakat lokal. Oleh karena itu pariwisata berkelanjutan harus mencakup aspek ekonomi, ekologi dan sosio kultural. Kegiatan pariwisata berubah dengan kembali pada “back to nature” dan yang terpenting tidak hanya menikmati objek wisata tetapi juga melakukan konservasi lingkungan. Hal tersebut dilakukan dengan motivasi agar keindahan objek wisata tidak hanya dinikmati saat ini saja tetapi juga dapat dinikmati oleh generasi mendatang. (Hidayati, 2003 : 13).
Menurut WTO, 2002 pariwisata berkelanjutan adalah kegiatan wisata yang mempertemukan kepentingan pengunjung dan penerima dengan menjaga kesempatan bagi generasi mendatang untuk dapat pula ikut menikmati wisata ini. Untuk itu diperlukan adanya sebuah pengelolaan tertentu atas lingkungan dan sumber daya yang tersedia agar dapat memenuhi kepentingan ekonomi, sosial dan estetika dan tetap menjaga integritas budaya, proses ekologis yang penting, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan. (WTO, 2002 dalam Hidayati, 2003 : 14).
Kegiatan wisata dianggap berkelanjutan apabila memenuhi syarat yaitu :
1.   Secara ekologis berkelanjutan, yaitu pembangunan pariwisata tidak menimbulkan efek negatif bagi ekosistem setempat. Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan yang harus diupayakan untuk melindungi sumber daya alam dan lingkungan dari efek negatif kegiatan wisata.
2.   Secara sosial dapat diterima, yaitu mengacu pada kemampuan penduduk lokal untuk menyerap usaha pariwisata (industri dan wisatawan) tanpa menimbulkan konflik sosial.
3.   Secara kebudayaan dapat diterima, yaitu masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya turis yang cukup berbeda (tourist culture).
4.   Secara ekonomis menguntungkan, yaitu keuntungan yang didapat dari kegiatan pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Hidayati, 2003 : 14).
Jadi pembangunan pariwisata berkelanjutan dalam hal ini adalah pengembangan kawasan Kintamani sebagai daya tarik wisata yang mendukung upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya serta memberdayakan masyarakat lokal sehingga dapat berkelanjutan, yaitu hasilnya dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang. 


2.4 Revitalisasi Pengelolaan DTWK Kintamani

Sebuah kajian yang dilakukan oleh permerintah pusat untuk kawasan Kintamani (Kaldera Batur) pernah dilakukan. Kajian ini dilakukan pada sebuah kawasan yang memiliki fungsi yang beragam, yaitu suatu kawasan yang memiliki fungsi bermacam-macam sesuai dengan tema yang diangkat. Dari segi pariwisata kawasan ini masuk ke dalam kategori Daya Tarik Wisata Khusus (DTWK), dari segi kelestarian alam, beberapa bagian masuk ke dalam kawasan hutan lindung, beberapa bagian masuk ke dalam Warisan Budaya Dunia yang ditetapkan oleh UNESCO dan bahkan baru-baru ini kawasan ini juga ditetapkan masuk ke dalam Jaringan Geopark Dunia. Beragamnya fungsi yang tertera pada satu kawasan ini menimbulkan suatu kompleksitas tersendiri terhadap Kajian Revitalisasi yang akan dilakukan.
Secara ekonomi fungsi kawasan ini dikembangkan dalam fungsi DTWK, sehingga kawasan ini akan memiliki nilai jual melalui pariwisatanya. DTWK Kintamani ini tidak menyeluruh ke semua desa di Kecamatan Kintamani, tetapi hanya 15 Desa Administratif, 15 desa adminitratif ini kemudian di usulkan sebagai deliniasi kawasan Geopark Caldera Batur. Masih dengan deliniasi yang sama, kawasan ini kemudian diusulkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Dari 15 Desa tersebut, Desa Batur khususnya wilayah Penelokan adalah kawasan yang masuk kategori prioritas yang memiliki beberapa alasan yang bisa dijabarkan dari hasil analisa, yaitu secara fungsi memang di kawasan inilah banyak terjadi degradasi fungsi dan fisik kawasan.  Disamping juga di kawasan ini merupakan tampilan awal (shoot view) untuk menikmati keindahan kawasan danau batur secara keseluruhan.
Sesuai dengan Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, maka kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas : manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan dan kesatuan.
Pasal 19 Ayat (2), UU No. 10 Tahub 2009 tersebut menyatakan bahwa setiap orang dan atau masyarakat di dalam dan disekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas untuk menjadi pekerja/buruh, kensinyasi dan pengelola.
Pengelolaan daya tarik wisata dapat dilakukan dalam beberapa format yaitu :
1. Sepenuhnya dilakukan oleh pihak swasta dimana Pemda bertugas dalam hal pembinaan dan pengawasan.
2. Dikelola bersama antara pemda dengan desa/masyarakat lokal dengan sistim bagi hasil.
3. Dikelola bersama desa/masyarakat lokal, pemda dan investor dengan sistem bagi hasil.
4. Sepenuhnya dikelola oleh pemda dengan pembentukan tim.
Kondisi saat ini, DTWK Kintamani dikelola langsung oleh Pemda Bangli melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bangli. Dengan demikian maka manajemen pengelolaannya dirasakan kurang optimal dan kurang professional, hal ini terlihat dari banyaknya permasalahan yang muncul terkait dengan buruknya citra DTWK Kintamanai dimata wisatawan dan penyedia jasa Biro Perjalanan Wisata, seperti : terjadinya pungutan tiket masuk yang tidak sesuai, ketidak ramahan para pedagang acung terhadap wisatawan, keberadaan pasar tumpah yang menggangu kenyamanan pengunjung, serta berbagai persoalan lainnya.
Pemerintah Kabupaten Bangli dalam penyelenggaraan kepariwisataan khususnya dalam pengelolaan DTWK Kintamani (khususnya kawasan Penelokan) hendaknya selalu mengutamakan peran serta masyarakat lokal terutama yang berkaitan dengan dampaknya terhadap masyarakat lokal, untuk itu pilihan format kerjasama yang saat ini tepat untuk dilaksanakan adalah format kerjasama pengelolaan antara Pemda Bangli dengan desa/masyarakat local dengan sitem bagi hasil.  
Kerjasama pengelolaan daya tarik wisata dilaksanakan atas dasar prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Saling menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Saling menghargai persamaan kedudukan, keberadaan masing-masing pihak.
3. Saling membantu dan mendukung untuk meningkatkan kerjasama yang berkesinambungan baik di bidang pembangunan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
4. Akuntabilitas.
5. Kepastian hukum.
Dengan adanya revitalisasi dalam pengelolaan DTWK Kintamani diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi selama ini. Dengan adanya format kerjasama pengelolaan antara Pemda Bangli dengan desa/masyarakat lokal dengan sistem bagi hasil akan dapat memberikan kontribusi langsung terhadap pendapatan desa dan manfaatnya akan dirasakan langsung oleh masyarakat lokal, sehingga akan menumbuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungannya serta akan turut serta berperan aktif dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada wisatawan yang berkunjung guna mewujudkan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.


III.    PENUTUP DAN REKOMENDASI
Pengelolaan DTWK Kintamani khusunya Penelokan saat ini dikelola langsung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli melalui penunjukan petugas pungut retribusi, hal ini tentunya sangat tidak efisien dari aspek manajerial dan monitoring, dimana keterbatasan staf dan SDM yang dimiliki tentunya berdampak negatif terhadap optimalisasi dalam pengelolaannya. Oleh karena itu penulis merekomendasikan beberapa poin terkait manajemen pengelolaan DTWK Kintamani yang diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak terkait dengan pengembangan pariwisata di Kabupaten Bangli sehingga dapat berjalan sesuai harapan kita bersama, adapun rekomendasi penulis adalah sebagai berikut :
1.      Segera mengumpulakan semua stake holder pariwisata (Pemda, Aparatur Pemerintah Desa, Praktisi, Akademisi, Tokoh Masyarakat Lokal) di kawasan kintamani bersama Pemerintah Kabupaten Bangli untuk menyamakan persepsi terkait bentuk dan arah kebiajakan pengelolaan DTWK Kintamani sehingga terbentuk satu visi dan tidak terjadi tumpang tindih program kebijakan dan kepentingan egosentris dan lintas sektoral.
2.      Manajemen pengelolaan DTWK Kintamani hendaknya dikelola oleh Badan Pengelola yang professional serta mengakomodir kepentingan masyarakat lokal disekitar kawasan Kintamani, dimana format pengelolaaannya dapat dilakukan dengan membentuk suatu Badan Pengelola Profesional yang secara struktural berada dibawah kendali Badan Perwakilan masing-masing desa di kawasan inti (15 desa/Lokal Working Group), sehingga segala pungutan terkait retribusi karcis masuk dikelola dalam satu wadah namun menaungi semua potensi daya tarik wisata yang terdapat di seluruh kawasan kaldera Batur.
3.      Teknis pengelolaan hasil retribusi karcis masuk dengan sitem bagi hasil seperti yang diterapkan di beberapa daya tarik wisata di Kabupaten Bangli lainnya (contoh di Penglipuran dan Pura Kehen) yaitu 60% untuk Pemda Bangli dan 40% untuk Badan Pengelola. Hasil 40% untuk Badan Pengelola sebagain digunakan untuk biaya operasinal Badan Pengelola dan sisanya diserahkan kepada masing-masing desa di kawasan inti (15 desa) dengan system pembagian rata, hal ini dilakukan karena semua potensi daya tarik wisata di sekitar kawasan danau Batur saling melengkapi, dimana keindahan salah satu klaster sangat dipengaruhi oleh keberadaan klaster yang lain. (contoh : kawasan Penelokan tidak akan menarik jika tanpa didukung oleh keindahan panorama Danau Batur dan Gunung Batur di bawah serta panorama perbukitan disekitarnya). Kedepan proporsi pembagian hasil di usahaakan utk lebih besar ke Badan Pengelola.
4.      Pembangunan pintu masuk (entrance gate) dan sentral parkir menuju kawasan Penelokan, yaitu dari pintu timur (suter/abang), selatan ( Banjar Petung), barat (sekardadi), dan utara (perbatasan penulisan dengan Batur), namun tetap menggunakan satu tiket masuk yang dikelola oleh satu Badan Pengelola. (tiket masuk disertai dengan brosur potensi daya tarik wisata dari masing-masing klaster).
5.      Pembangunan Kantor Badan Pengelola sekaligus sebagai pusat tourist information center di sekitar museum Gunungapi Batur sebagai titik pusat pengelolaan.
6.      Untuk meningkatkan pendapatan pariwisata di masing-masing klaster, dorong upaya mengemas dan menyajikan potensi khas daya tarik wisata pada masing-masing klaster sehinga memotifasi Local Working Group (LWG) untuk terus berbenah dan berinovasi mengembangkan sumber daya lokalnya untuk dijadikan sebagai paket wisata minat khusus (optional tour) yang ditawarkan pada loket tourist information center di masing-masing pintu masuk (entrance gate) dalam bentuk media cetak (brosur) maupun media elektronik (website).

DAFTAR PUSTAKA
Alwi Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka.

Hidayati, Deny. 2003. Ekowisata : Pembelajaran dari Kalimantan Timur. Jakarta : Pusat Penelitian Kependudukan-LIPI.

Manullang. Marihot. 2008. Manajemen Personalia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Sirtha, I Nyoman. 2007. Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan dengan Perspektif Sosial Budaya. Dalam 45 Tahun Universitas Udayana. Denpasar: Universitas Udayana.

Siswanto. 2005. Manajemen-Analisa. Yogyakarta : ANDI

Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

http://www.slideshare.net/bagaskaramanjerkawurian/materi-pembahasan-laporan-akhir-print-version