I Wayan Wiwin, SST.Par., M.Par.
Saturday, 21 November 2020
Saturday, 7 October 2017
FOTO SELFIE
SEBAGAI DAYA TARIK WISATA MINAT KHUSUS DI ANJUNGAN TUKAD MELANGIT (ATM) KABUPATEN BANGLI
Oleh : I Wayan
Wiwin
Dosen Program
Studi Industri Perjalanan Jurusan Pariwisata Budaya Fakultas Dharma Duta IHDN
Denpasar
Abstrak
Wisata minat
khusus telah menjadi trend pariwisata saat ini, dimana wisata minat khusus merupakan
jenis pariwisata alternatif untuk menghindari pengembangan pariwisata massal yang
cenderung berdampak negatif selama ini. Wisata minat khusus yang menjadi
fenomena baru di dunia pariwisata menjadi salah satu tuntutan bagi para
penyedia jasa wisata. Motivasi wisatawan dalam mencari sesuatu yang baru dan
mempunyai pengalaman wisata yang berkualitas menyebabkan meningkatnya
permintaan bagi wisatawan minat khusus. Terutama bagi para penyedia jasa pariwisata
yang ada di Bali dituntut agar memberikan inovasi yang baru, menarik dan
berbeda dari biasanya. Salah satu potensi wisata minat khusus yang saat ini
sedang banyak di unggah di media sosial adalah wisata foto selfie di Anjungan Tukad Melangit (ATM) yang terletak di Dusun
Antugan, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli. Namun potensi wisata
tersebut belum tergarap dengan maksimal sehingga diperlukan adanya upaya
penyusunan program pengembangan untuk dapat meningkatkan jumlah kunjungan
wisatawan.
Kata Kunci :
Daya Tarik Wisata Minat Khusus, Foto Selfie.
I.
PENDAHULUAN
Pentingnya
peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai Negara sudah tidak
diragukan lagi. Banyak Negara sejak beberapa tahun terakhir menggarap
pariwisata dengan serius dan menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan di
dalam perolehan devisa, penciptaan lapangan kerja, maupun pengentasan
kemiskinan. Sebagai salah satu negara yang mempunyai potensi alam dan budaya,
Indonesia juga bertekad untuk mengembangkan
pariwisata sebagai salah satu sektor andalan pertumbuhan perekonomiannya.
Dengan
adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 yang
mengisyaratkan tatanan perubahan dalam pemerintahan, dimana Pemerintah Daerah
Propinsi, Kota/Kabupaten memperoleh kewenangan untuk mengatur rumah tangganya
sendiri masing-masing. Tentu setiap daerah akan berusaha untuk meningkatkan
kwalitas sumber daya manusia dan alamnya yang bersifat fundamental dan
multidimensi tidak hanya sebatas pada bidang politik, ekonomi, tetapi juga
dalam bidang pariwisata. Kesempatan ini memacu masing-masing daerah Kabupaten
untuk berlomba menggali potensi pariwisatanya guna meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD) untuk diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh
masyarakat.
Salah
satu Kabupaten yang terletak di wilayah tengah Propinsi Bali yang sedang gencar
membangun industri pariwisata di wilayahnya adalah Kabupaten Bangli. Dalam
rangka untuk terus meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bangli,
maka pemerintah Kabupaten Bangli terus berupaya untuk menggali dan mengembangkan
potensi-potensi kepariwisataan yang dimilikinya, baik potensi alam maupun
budaya. Namun pemerintah tidak hanya bisa mengandalkan potensi tersebut semata,
diperlukan gebrakan dan usaha yang selektif untuk dapat mengembangkan berbagai
potensi yang mempunyai prospek besar untuk dikembangkan.
Kabupaten
Bangli memiliki bermacam potensi kepariwisataan yang masih harus dikembangkan.
Beragam kekayaan Kabupaten Bangli, mulai dari alam yang indah dan produk budaya
yang unik serta beragam sebetulnya merupakan faktor-faktor pendukung dan
peluang bisnis bagi tumbuh dan berkembangnya industri pariwisata di Bangli.
Namun demikian strategi dan kebijakan serta langkah-langkah pengembangannya
disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Harapan tersebut sesuai dengan cita-cita
pengembangan pariwisata yang berbasis pada kearifan lokal yang menjunjung
nilai-nilai pelestarian alam dan budaya untuk keberlanjutannya dimasa depan (sustainable tourism development).
Harapan tersebut salah satunya dapat diwujudkan melalui pengembangan wisata
minat khusus yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat lokal.
Wisata
minat khusus telah menjadi trend pariwisata saat ini dimana wisata minat khusus
ini dilakukan untuk menghindari pariwisata massal dengan kata lain wisata minat
khusus adalah salah satu alternatif pariwisata. Wisata minat khusus yang
menjadi fenomena baru di dunia pariwisata menjadi salah satu tuntutan bagi para
penyedia jasa wisata. Motivasi wisatawan dalam mencari sesuatu yang baru dan
mempunyai pengalaman wisata yang berkualitas menyebabkan meningkatnya
permintaan bagi wisatawan minat khusus. Terutama bagi para penyedia jasa wisata
yang ada di Pulau Bali dituntut agar memberikan inovasi yang baru, menarik dan
berbeda dari biasanya. Dengan banyaknya permintaan wisatawan untuk menikmati
pariwisata yang berbeda dengan yang lain saat berkunjung ke suatu destinasi
pariwisata menuntut para penyedia jasa pariwisata untuk selalu berinovasi dan
mencari hal baru dan menarik untuk kembali dapat menarik minat wisatawan
berkunjung ke suatu daya tarik wisata. Dengan adanya permintaan pariwisata yang
berbeda inilah masyarakat Bangli beserta pihak-pihak terkait terus melakukan
inovasi dan memberikan ide-ide yang menarik untuk dunia pariwisata dengan tujuan
untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat melalui sektor pariwisata. Dengan
adanya keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan wisata minat khusus juga
akan menyerap tenaga kerja dan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat
setempat.
Salah
satu potensi wisata minat khusus yang saat ini sedang banyak di unggah di media
sosial adalah wisata selfie di Anjungan
Tukad Melangit (ATM) yang terletak di Dusun Antugan, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku,
Kabupaten Bangli. Namun potensi wisata tersebut belum tergarap dengan maksimal
sehingga diperlukan adanya upaya penyusunan program pengembangan untuk dapat
meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, baik wisatawan lokal (domestik) maupun
wisatawan asing.
II.
PEMBAHASAN
Anjungan
Tukad Melangit (ATM) terletak di Dusun Antugan, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku,
Kabupaten Bangli yang berjarak sekitar 6 kilometer arah timur laut dari pusat
Kota Bangli, dan sekitar 50 kilometer
dari Kota Denpasar yang dapat di tempuh dengan waktu kurang lebih 1,5 jam.
Pemilihan
Anjungan Tukad Melangit (ATM) sebagai lokasi penelitian didasari alasan karena
tempat wisata ini sedang ramai diunggah dan menjadi bahan perbincangan di media
sosial sebagai salah satu tempat wisata favorit untuk wisata foto selfie yang
menjadi trend remaja saat ini, dan Anjungan Tukad Melangit sudah banyak dikunjungi
oleh wisatawan, baik wisatawan lokal maupun maupun wisatawan asing.
Pada
mulanya lokasi Anjungan Tukad Melangit ini hanya dibangun sederhana terbuat
dari bahan bambu oleh beberapa orang pemuda setempat yang menjadikan tempat
tersebut sebagai tempat berkumpul dan menghibur diri sekitar awal tahun 2016
yang lalu, namun lama-kelamaan setelah diunggah ke media sosial, hasil foto
selfie di tempat ini mulai ramai dibicarakan oleh pengguna media sosial karena
keindahan panorama alamnya yang mempesona, sehingga mulai ramai dikunjungi oleh
wisatawan. Wisatawan yang berkunjung ke ATM hanya dikenakan donasi sebesar Rp.
5000 (lima ribu rupiah) per orang dan dapat menikmati semua fasilitas yang
tersedia seperti anjungan tempat foto selfie, ayunan, gazebo, serta taman
dengan pemandangan lembah alami yang sangat indah.
2.1 Foto Selfie Sebagai Daya Tarik
Wisata Minat Khusus
Pariwisata
akan dapat lebih berkembang atau dikembangkan jika suatu daerah terdapat lebih
dari satu jenis objek dan daya tarik wisata (Marpaung, 2002). Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan,
daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan
nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia
yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Menurut Yoeti (2006: 167)
secara garis besar ada empat kelompok yang merupakan daya tarik bagi wisatawan
datang pada suatu negara daerah tujuan wisata tertentu yaitu:
a. Natural
Attraction, termasuk dalam kelompok ini adalah pemandangan (landscape),
pemandangan laut (seascape), pantai (beaches) danau (lakes), air terjun
(waterfall), kebun raya (national park), agrowisata (ogrotourism), gunung
berapi (volcanos), termasuk pula flora dan fauna.
b. Build
attraction, termasuk dalam kelompok ini antara lain bangunan dengan arsitektur
yang menarik, seperti rumah adat, dan termasuk bangunan kuno dan modern seperti
Opera Building (Sydney), WTC (New York), Forbiden City (China), atau Big Ben
(London), TMII (Taman Mini Indonesia Indah) dan daya tarik buatan lainnya.
c. Cultural
Attraction, dalam kelompok ini termasuk diantaranya peninggalan sejarah
(historical Building), cerita-cerita rakyat (folklore), kesenian tradisional
(traditional dances), museum, upacara keagamaan, festival kesenian dan
semacamnya.
d. Social
Attraction, yang termasuk kelompok ini adalah tata cara hidup suatu masyarakat
(the way of life), ragam bahasa (languages), upacara perkawinan, potong gigi,
khitanan atau turun mandi dan kegiatan sosial lainnya.
Wilkinson,
1994 (dalam Pitana, 2009:69) menyebutkan jenis-jenis daya tarik wisata dibagi
menjadi tiga macam, yaitu :
a) Daya
Tarik Wisata Alam
Daya
Tarik Wisata Alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta memiliki daya
tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budi
daya.
b) Daya
Tarik Wisata Sosial Budaya
Daya
Tarik Wisata Sosial Budaya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai objek
dan daya tarik wisata meliputi museum, peninggalan sejarah, upacara adat, seni
pertunjukan dan kerajinan.
c) Daya
Tarik Wisata Minat Khusus
Daya
Tarik Wisata Minat Khusus merupakan jenis wisata yang baru dikembangkan di Indonesia.
Wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang mempunyai motivasi khusus.
Dengan demikian, biasanya para wisatawan harus memiliki keahlian.
Contohnya: wisata petualangan
(adventure), agrowisata, wisata spa, wisata belanja (shopping), wisata festival,
wisata hobby, wisata sport, dan wisata spiritual.
Jadi yang
dimaksud dengan daya tarik wisata minat khusus dalam penelitian ini adalah
segala sesuatu yang menjadi daya tarik wisatawan khususnya wisatawan yang
mempunyai motivasi khusus yaitu didasari oleh motivasi untuk melakukan wisata
swafoto (foto selfie) yang menjadi
trend di era digital media sosial saat ini. .
2.2 Pengertian dan Sejarah Foto
Selfie
Salah satu trend yang paling berkembang di jaman sekarang adalah
foto selfie. Tidak dipungkiri bahwa, sebagian orang yang ada di dunia pasti
pernah mengambil foto selfie. Selfie adalah jenis foto potret diri yang diambil
oleh diri sendiri dengan menggunakan sebuah kamera, baik kamera digital atau
kamera telepon. Selfie biasa disebut dengan memfoto diri sendiri, foto narsis
atau swafoto. Istilah yang sering digunakan untuk meyebut selfie di indutri
hiburan Korea adalah Selca yang merupakan kependekan dari Self Camera (https://id.wikipedia.org/wiki/Swafoto)
Istilah Selfie muncul dan digunakan pertama kali pada 13 September
2002 dalam sebuah forum internet Australia (ABC Online). Karena kepopulerannya
kata selfie ini, kata selfie tercantum dalam Oxford English Dictionary versi
daring pada tahun 2013. Dan Oxfor Dictionary menobatkan kata selfie sebagai
Word of the year tahun 2013 pada bulan November 2013. Pada saat melakukan foto
diri sendiri, pose-pose yang paling banyak dan umum digunakan adalah yang
bersifat kasual, baik saat menggunakan kamera yang diarahkan pada diri sendiri
atau dengan bantuan pantulan cermin. Jarak jangkau foto selfie juga terbatas,
sehingga objek yang paling jelas dan paling Nampak adalah sang fotografer
(pemfoto atau orang yang melakukan selfie) itu sendiri atau beberapa orang yang
bisa dijangkau oleh kamera. Dengan kemudahan yang diakibatkan oleh pesatnya
perkembangan teknologi, selfie atau memfoto diri sendiri saat ini sudah menjadi
sebuah budaya baru yang sangat populer. Banyak orang yang bilang kalau foto
selfie merupakan hal/budaya populer yang modern, namun sebenarnya memfoto diri
sendiri sudah pernah dilakukan dan sudah ada sejak jaman dulu.
Pada jaman itu sekitar tahun 1900-an, seorang puteri bangsawan
dari kekaisaran Rusia telah mengambil gambar dirinya sendiri lewat pantulan cermin
dengan menggunakan kamera box Kodak Brownie. Puteri bangsawan itu bernama
Anastasia Nikolaevna, ia merupakan puteri keempat dari Tsar Nicholas II dari
Rusia. Setelah melakukan foto diri sendiri, ia kemudian mengirim foto tersebut
kepada temannya pada tahun 1914 bersama sebuah surat. Pada surat yang dikirim
tersebut, ia menulis: “Saya mengambil foto ini menggunakan cermin, sangat susah
dan tangan saya gemetar.” Dengan aksi yang dia lakukan tersebut, sejarah
mencatat bahwa Anastasia Nikolaevna sebagai orang yang pertama kali melakukan
foto selfie. Demikian sejarah dan asal usul dari
selfie atau memfoto diri sendiri yang menjadi trend di media sosial saat ini (http://masirul.com/pengertian-selfie-sejarah-selfie/).
Trend
foto selfie ini dapat dijadikan sebagai salah satu daya tarik wisata minat
khusus pada tempat-tempat wisata yang memiliki keindahan panorama alam sebagai
latar belakang (backround) dari
gambar foto yang dihasilkan, seperti yang berkembang di Anjungan Tukad Melangit
saat ini, dengan keindahan panorama lembah di sepanjang aliran sungai Tukad
Melangit di Dusun Antugan Desa Jehem yang begitu mempesona.
2.3 Program-Program Pengembangan Wisata
Foto Selfie Sebagai Daya Tarik Wisata Minat Khusus di Anjungan Tukad Melangit
(ATM)
Adapun program-program
pengembangan wisata foto selfie sebagai daya tarik wisata minat khusus di
Anjungan Tukad Melangit (ATM), dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu program
fisik dan program non fisik.
2.2.1 Program Fisik
Adapun program fisik untuk
mewujudkan Anjungan Tukad Melangit sebagai daya tarik wisata minat khusus,
adalah sebagai berikut :
a)
Pembangunan sarana dan prasarana
pendukung kepariwisataan
Pembangunan
sarana dan prasarana pendukung kepariwisataan di sekitar kawasan Anjungan Tukad
Melangit meliputi : pembangunan tempat parkir bagi pengunjung, pembangunan
jalan setapak mengelilingi seluruh area Anjungan Tukad Melangit, pembangunan
taman dan gazebo tempat istirahat bagi pengunjung, pembangunan toilet, dan
pembangunan warung cafeteria yang menyediakan menu makanan tradisional khas
Dusun Antugan.
b)
Pembuatan anjungan sebagai tempat
melakukan foto selfie
Pembuatan
anjungan sebagai tempat melakukan foto selfie di atas tebing lembah aliran
Sungai Melangit merupakan daya tarik utama dan menjadi prioritas dalam penataan
daya tarik wisata di kawasan ini, hal ini sangat penting agar memberikan rasa
aman dan mendapatkan titik poin yang tepat dalam pengambilan gambar foto
selfie. Anjungan yang telah dibangun sebanyak 3 buah yang di desain cukup
menarik dan tentunya memperhatikan faktor keselamatan pengunjung.
c)
Pembudidayaan tanaman pisang batu
sebagai tanaman perkebunan khas Dusun Antugan
Di
kawasan Anjungan Tukad Melangit yang terletak di Dusun Antugan Desa Jehem
Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli banyak terdapat perkebunan pisang batu
sebagai hasil perkebunan mayoritas penduduk setempat, budidaya tanaman pisang
batu telah menjadi mata percaharian utama para petani local dan sudah menjadi
ciri khas pertanian di Dusun Antugan. Desa Antugan telah menjadi pemasok daun
pisang batu yang dipasarkan hampir di seluruh pasar tradisional di Bali dan di
Kabupaten Bangli pada khususnya. Daun pisang batu merupakan daun pisang terbaik
yang digunakan sebagai bahan pembuatan sarana upacara yadnya dan sebagai pembungkus makanan tradisional di Bali. Selain
daun dan buahnya, batang pohon pisang batu juga dipasok untuk kepentingan
pangan ternak dan bahan konsumsi sayur masyarakat Bali.
Pembudidayaan
tanaman pisang batu ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu atraksi wisata
tambahan, dan hasilnya juga dapat dikemas sebagai bahan makanan tradisional
khas dusun Antugan yang disuguhkan kepada wisatawan yang berkunjung, sehingga
dapat memberikan nilai tambah bagi pengembangan pariwisata di ATM.
2.2.2
Program
Non Fisik
Adapun program non fisik untuk
mewujudkan Anjungan Tukad Melangit sebagai daya tarik wisata minat khusus meliputi
:
a) Program
pelatihan dan pengelolaan usaha pariwisata bagi masyarakat lokal
Kualitas
sumber daya manusia khusus di bidang kepariwisataan tentunya relative masih
minim di Dusun Antugan. Untuk itu diperlukan adanya program pelatihan dalam
bidang kepariwisataan. Jika SDM masyarakat lokal tidak diarahkan serta dibina
maka akan menjadi suatu kendala dalam upaya pengembangan pariwisata. Program
pelatihannya antara lain : pelatihan dalam memberikan pelayanan kepada
wisatawan, pelatihan bahasa asing, serta pelatihan pengelolaan usaha pariwisata
misalnya usaha penyediaan perlengkapan fotografi, perkemahan, usaha souvenir,
dan warung makan tradisional.
b) Program
pelatihan dasar teknik fotografi bagi pihak pengelola Anjungan Tukad Melangit
Program pelatihan dasar teknik fotografi
tentunya sangat diperlukan bagi pihak pengelola ATM, hal ini untuk memudahkan
pihak pengelola dalam memberikan pelayanan dan berbagai pengetahuan dan
informasi kepada wisatawan yang berkunjung, khususnya yang tertarik dengan
wisata foto selfie.
c) Program
penyuluhan tentang budidaya dan pengolahan hasil perkebunan pisang batu sebagai
tanaman khas dusun Antugan.
Program penyuluhan budidaya dan
pengolahan hasil tanaman pisang batu sangat penting diberikan kepada masyarakat
lokal, karena berkebun pisang batu telah menjadi ikon masyarakat di Dusun
Antugan sebagai mata pencaharian. Program ini juga sangat diperlukan untuk
memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang bagaiamana mengolah bahan baku
pisang sebagai makanan tradisional yang bernilai tinggi untuk dapat disuguhkan
kepada wisatawan yang berkunjung, sehingga dapat memberikan penghasilan
tambahan bagi petani, serta dapat dijadikan sebagai salah satu ikon kuliner
khas Dusun Antugan.
d) Program
penyuluhan tentang konservasi kawasan dan lingkungan hidup kepada masyarakat
lokal
Program
penyuluhan tentang konservasi kawasan dan lingkungan hidup harus menjadi
prioritas, karena masyarakat lokal merupakan subjek utama yang berinteraksi
langsung dengan lingkungan alam setempat. Keberadaan masyarakat sangat penting
untuk turut serta berperan aktif menjaga, memelihara, mengusahakan, dan
melestarikan lingkungan karena segala dampak yang diakibatkan oleh lingkungan
maka pihak masyarakatlah yang secara langsung merasakannya. Aktivitas penanganan lingkungan secara lokal
yang dilakukan oleh masyarakat akan menjadi contoh dan merupakan sumber
informasi/pengalaman yang berdampak global.
Bumi
merupakan satu-satunya planet yang dapat memberikan harapan hidup bagi manusia
dan mahluk hidup lainnya wajib kita jaga agar terhindar dari kerusakan.
Kelestarian alam wajib kita wariskan kepada generasi mendatang dalam keadaan
lebih baik dari yang kita nikmati dan miliki saat ini. Masyarakat dan semua
pihak wajib bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan agar daya dukungnya bagi
kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya terjamin dalam jangka
panjang sehingga selaras dengan prinsip-prinsip pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan.
III.
PENUTUP
Wisata foto selfie
sangat menjanjikan untuk terus dikembangkan sebagai daya tarik wisata minat
khusus di kawasan Anjungan Tukad Melangit (ATM), hal ini terlihat dari semakin
meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke ATM serta banyaknya akun media
sosial (seperti facebook, twiter, instagram) yang menggunggah foto selfie
mereka di Anjungan Tukad Melangit. Adapun program-program pengembangan wisata
foto selfie sebagai daya tarik wisata minat khusus di Anjungan Tukad Melangit
(ATM), dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu program fisik dan program non
fisik. Program fisiknya meliputi : pembangunan sarana dan prasarana pendukung
kepariwisataan, pembuatan anjungan sebagai tempat melakukan foto selfie, dan pembudidayaan
tanaman pisang batu sebagai tanaman perkebunan khas Dusun Antugan. Sedangkan
program non-fisiknya meliputi : program pelatihan dan pengelolaan usaha
pariwisata bagi masyarakat lokal, program pelatihan dasar teknik fotografi bagi
pihak pengelola Anjungan Tukad Melangit, program penyuluhan tentang budidaya
dan pengolahan hasil perkebunan pisang batu sebagai tanaman khas dusun Antugan,
serta program penyuluhan tentang konservasi kawasan dan lingkungan hidup kepada
masyarakat lokal. Program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan ke Anjungan Tukad Melangit (ATM), khususnya wisatawan
dengan motivasi minat khusus yaitu wisata foto selfie.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2016. Informasi Kepariwisataan Kabupaten Bangli
2016. Bangli : Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli.
----------,
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
----------,
2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jilid
III). Jakarta: Balai Pustaka.
Basrowi
& Suwandi. 2008. Memahami Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Faisal,
Sanafiah. 2001. Format-Format Penelitian
Sosial. Jakarta: PT. Raya Grafindo Persada.
Geriya,
Wayan. 1996. Pariwisata dan Dinamika
Kebudayaan Lokal, Nasional, Global. Denpasar: Upada Sastra.
Kusmayadi,
E. S., 2000. Metodelogi Penelitian dalam
Bidang Kepariwisataan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Marzuki.
1977. Metodelogi Riset. Yogyakarta:
BPFE-UII.
Pitana,
I Gde. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar:
Bali Post.
----------------.
2005. Sosiologi Pariwisata.
Yogyakarta: ANDI.
Sumadi, K. 2000. Kepariwisataan Indonesia Sebuah
Pengantar. Denpasar: Sari Kahyangan.
Suwantoro, G. 2002. Dasar-Dasar Pariwisata.
Yogyakarta: ANDI.
Wardiyanta, 2006. Metode
Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: ANDI.
Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa
Internet :
REVITALISASI PENGELOLAAN DTWK KINTAMANI MENUJU PENGEMBANGAN
PARIWISATA BERKELANJUTAN
Oleh : I Wayan Wiwin
Abstrak
Daya Tarik
Wisata Khusus (DTWK) Kintamani sebagai salah satu ikon pariwisata Bali memiliki
potensi sumber daya pariwisata yang luar biasa, namun potensi besar tersebut
tidak didukung oleh manajemen pengelolaan yang profesional sehingga belakangan
ini menimbulkan berbagai permasalahan yang justru menurunkan citra Kintamanai
sebagai kawasan pariwisata yang diminati wisatawan domestik maupun mancanegara,
seperti adanya pungutan karcis masuk (entrance
ticket) yang tidak sesuai ketentuan, ketidak-ramahan para pedagang acung,
adanya pasar tumpah yang menggagu kenyamanan pengunjung, lalu lintas truk
angkutan galian C yang mengganggu, serta berdirinya berbagai fasilitas wisata
(hotel dan restoran) yang mengancam kelestarian alam dan ilegal. Kondisi ini
tentunya memerlukan adanya upaya revitalisasi dalam pengelolaan DTWK Kintamani
agar dapat memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat lokal sehingga akan
menumbuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat dan pihak-pihak terkait dalam
memberikan pelayanan yang terbaik bagi wisatawan menuju pengembangan pariwisata
yang berkelanjutan.
Kata Kunci :
Revitalisasi, Pengelolaan, Daya Tarik Wisata, Pariwisata Berkelanjutan.
I.
PENDAHULUAN
Pariwisata saat
ini telah diakui sebagai salah satu sektor penggerak perekonomian Bali, hal ini
ditunjukan dengan semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Bali dari
tahun ke tahun yang tentunya membutuhkan berbagai penyediaan fasilitas
pariwisata yang menyerap banyak lapangan pekerjaan dan menumbuhkan perekonomian
masyarakat.
Salah satu ikon
pariwisata Bali adalah Kintamani yang memiliki
sumber daya pariwisata berupa kaldera, danau, desa tradisional dan unsur-unsur
kebudayaan yang kuat. Kintamani merupakan “highlight” pariwisata Bali sejak lama, karena Kintamani memiliki
beragam sumber daya pariwisata baik alam maupun budaya yang unik dan tiada
duanya di dunia, bahkan saat ini Kintamanai telah terdaftar sebagai kawasan
Geopark oleh UNESCO. Namun belakangan ini, brand
Kintamani sebagai sebuah destinasi popular di Bali telah mengalami kemerosotan.
Hal ini disebabkan karena berbagai permasalahan yang timbul akibat
“ketidakberesan” dalam manajemen pengelolaan Kintamani sebagai daya tarik
wisata andalan di Kabupaten Bangli. Mulai dari permasalahan keluhan wisatawan
terhadap pelayanan pedagang acung, sembrawutnya pasar tumpah di kawasan
Penelokan, tidak terkontrolnya pembangunan fasilitas penyedia jasa akomodasi
dan restoran, kroditnya lalu lintas truk pengangkut galian C, serta terjadinya
kasus video “mafia tiket” yang tersebar luas yang menyedot perhatian pengguna
media sosial belakangan ini. Keadaan ini tentunya sangat merusak citra
pariwisata Bangli dan Bali secara umum. Kondisi ini disebabkan karena lemahnya
sistem pengelolaan kawasan Kintamanai sebagai Daya Tarik Wisata Khusus (DTWK),
dimana saat ini DTWK Kintamani dikelola langsung oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Daerah Kabupaten Bangli dengan keterbatasan sumber daya yang
dimiliki, yang cenderung kurang melibatkan peran serta masyarakat lokal
sehingga sering menimbulkan permasalahn dalam memberikan pelayanan kepada
wisatawan.
Untuk
itu diperlukan adanya upaya revitalisasi dalam pengelolaan DTWK Kintamani menuju pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan berbasis masyarakat lokal, dan upaya revitalisasi dalam
pengelolaan ini harus dimulai dari pengelolaan kawasan Penelokan, kenapa
demikian? Karena kawasan Penelokan adalah tampilan depan (shoot view) dari kawasan Kintamani secara keseluruhan, dimana
selama ini wisatawan menikmati Kintamani sebagai ikon pariwisata Bali diawali
dari Penelokan.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Konsep
Revitalisasi Kawasan Pariwisata
Dengan bertambahnya usia sebuah kawasan pariwisata, maka akan muncul
kawasan yang tidak teratur, terdapat kawasan pariwisata yang produktivitas
ekonominya menurun, adanya kawasan pariwisata yang terdegradasi lingkungannya
akibat layanan prasarana sarana tidak memadai, bahkan beberapa warisan budaya (heritage)
menjadi rusak, dan tidak sedikit kawasan pariwisata yang nilai lokasinya
menurun. Muncul pula kawasan yang kepemilikan tanah menjadi tidak jelas dan
kepadatan fisiknya rendah. Kondisi di atas diperparah karena komitmen
Pemerintah Daerah yang rendah dalam menata dan mengelola kawasan pariwisata tersebut.
Penurunan
kulitas fisik, lingkungan, dan ruang kawasan pariwisata tersebut tentu tidak
lepas dari peran aktifitas masyarakat di dalamnya. Baik itu karena pemanfaatan
yang berlebih terhadap sumber daya ataupun karena faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi kawasan tersebut. Terlepas dari
faktor-faktor penyebab penurunan dan atau stagnasi yang terjadi terhadap
kawasan pariwisata. Diperlukan suatu instrumen penataan yang berfungsi
mengembalikan fungsi dan keadaan awal suatu kawasan atau meningkatkankan kawasan
yang stagnan. Salah satu instrumen yang bisa digunakan untuk mengembalikan
keadaan ini adalah revitalisasi. Dalam pedoman revitalisasi yang dikeluarkan
dalam Permen PU No. 18/PRT/M/2010, dijelaskan bahwa revitalisasi ini adalah
suatu upaya untuk meningkatkan nilai lahan/kawasan melalui pembangunan kembali
dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya.
2.2. Konsep Pengelolaan
Daya Tarik Wisata
2.2.1.
Pengelolaan
Kata
pengelolaan berasal dari kata kerja mengelola dan merupakan terjemahan dari
bahasa Italia yaitu menegiare yaitu yang artinya menangani alat-alat,
berasal dari bahasa latin manus yang artinya tangan. Dalam bahasa
Prancis terdapat kata mesnagement yang kemudian menjadi management. Pengelolaan
dari kata kelola menurut bahasa adalah Penyelenggaraan
(Poerwadarminta,1976:469). Sedangkan menurut Siswanto pengelolaan merupakan
suatu aktifitas yang sistematis yang saling bersusulan agar tercapai tujuan
(Siswanto, 2005 : 21). Pengelolaan dapat diartikan sebagai manajemen, manajemen
adalah sebagai suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam
upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan.
Pengertian
tersebut dalam skala aktifitas juga dapat diartikan sebagai aktifitas
menerbitkan, mengatur, dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang, sehingga
mampu mengemukakan, menata, dan merapikan segala sesuatu yang ada disekitarnya,
mengetahui prinsip-prinsipnya serta menjadi hidup selaras dan serasi dengan
yang lainnya (Munir, 2006: 9).
Menurut
Terry (dalam Siswanto, 2005:22) mengartikan pengelolaan sebagai suatu usaha
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui usaha orang
lain. Andrew. F. Siula (dalam Siswanto, 2005:22), pengelolaan umumnya dikaitkan
dengan aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan,
pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap
organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang
dimiliki oleh organisasi sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara
efisien.
Pengelolaan
berarti proses, cara, perbuatan pengelola, proses melakukan kegiatan tertentu
dengan menggerakkan tenaga orang lain, proses yang membantu merumuskan
kebijaksanaan dan tujuan organisasi, proses yang memberikan pengawasan pada
semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:534).
Dari
penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen merupakan aktivitas
yang mencakup perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman
pelaksanaan dengan memilih yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada.
Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan dan pengaturan
bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Pengarahan adalah
mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif untuk
mencapai tujuan serta pengendalian dan pengawasan adalah proses pengaturan
berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan
dalam rencana.
Arti
penting pengelolaan dalam konteks manajemen adalah memungkinkan sekelompok
orang untuk mencapai tujuan organisasional secara bersama-sama. Selain itu
pengelolaan memungkinkan kerjasama antar orang-orang dan individu di dalam organisasi
untuk mencapai tujuan tertentu.
2.2.2.
Unsur-Unsur Manajemen
Unsur-unsur
yang terdapat dalam manajemen, menurut Manullang menyebutkan manajemen memiliki
unsur-unsur yang saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan yaitu 6M +1 I
meliputi :
1) Man (manusia)
Manusia
merupakan unsur pendukung yang paling penting untuk pencapaian sebuah tujuan
yang telah ditentukan sehingga berhasil atau gagalnya suatu manajemen
tergantung pada
kemampuan untuk mendorong dan
menggerakkan orang-orang ke arah tujuan yang hendak dicapai.
2) Money (uang)
Untuk melakukan
berbagai aktifitas diperlukan uang, seperti gaji atau upah. Uang sebagai sarana
manajemen harus digunakan sedemikian rupa agar tujuan yang ingin dicapai bila
dinilai dengan uang lebih besar daripada uang yang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut.
3) Material
Dalam proses
pelaksanaan kegiatan, manusia menggunakan bahan-bahan (material),
karenanya dianggap sebagai alat atau sarana manajemen untuk mencapai tujuan.
4) Machine (mesin)
Peranan mesin
sangat dibutuhkan agar proses produksi dan pekerjaan bisa berjalan efektif dan efisien.
5) Method (metode)
Untuk melakukan
kegiatan-kegiatan secara berdaya guna dan berhasil guna, manusia dihadapkan
kepada berbagai alternatif atau cara melakukan pekerjaan. Oleh karena itu,
metode atau cara dianggap sebagai sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan.
6) Market (pasar)
Bagi badan yang
bergerak dibidang industri, maka sarana manajemen penting lainnya adalah pasar,
tanpa adanya pasar bagi hasil produksi jelas tujuan perusahaan industri tidak
mungkin akan tercapai.
7) Informasi
Segala informasi
yang digunakan dalam melakukan kegiatan suatu perusahaan. Informasi sangat
dibutuhkan di dalam manajemen. Informasi tentang apa yang sedang terkenal
sekarang ini, apa yang sedang disukai, apa yang sedang terjadi di masyarakat.
Manajemen informasi sangat penting juga untuk menganalisis produk yang telah
dan akan di pasarkan (Manullang,2008:6).
2.2.3.
Prinsip-Prinsip Manajemen
Menurut
Henry Fayol manajemen mempunyai 14 prinsip manajemen yang perlu diterapkan dalam
pelaksanaan tugas, namun sifatnya fleksibel maksudnya tidak harus diterapkan
sekaligus, melainkan disesuaikan dengan situasi yang ada. 14 prinsip manajemen
adalah sebagai berikut :
1) Adanya
pembagian kerja, berhubungan dengan prinsip spesialisasi dalam rangka efisiensi
penggunaan tenaga kerja.
2) Wewenang dan
tanggung jawab, keduanya mempunyai hubungan, sebab tanggung jawab merupakan
akibat yang wajar dan timbul dari adanya wewenang.
3) Disiplin
yaitu sikap menghormati perjanjian-perjanjian yang dijuruskan mencapai ketaatan
pada peraturan-peraturan yang ada. Untuk itu diperlukan atasan yang baik pada
semua tingkatan.
4) Kesatuan
perintah, seorang pegawai hendaknya menerima perintah-perintah dari hanya
seorang atasan saja.
5) Kesatuan
jurusan, setiap kegiatan yang mempunyai sasaran sama harus mempunyai seorang
kepala dan satu rencana.
6) Kepentingan
perseorangan harus tunduk dan diatasi oleh kepentingan kelompok.
7) Pembayaran
upah pegawai dan caranya supaya adil dan memberi kepuasan maksimum bagi pegawai
dan majikan.
8) Pentingnya
pembatasan wewenang mana yang dipusatkan dan mana yang dibagi-bagi kepada
bagiannya.
9) Hierarki atau
rantai berskala, yaitu rantaian pengawas atau suatu garis wewenang yang jelas.
10) Perlunya ketertiban,
baik ketertiban material dan sosial.
11) Keadilan,
supaya bawahan mau setia dan taat kepada pimpinan.
12) Stabilitas
dari pegawai, supaya dapat menghemat ongkos.
13) Pada bawahan
harus diberikan kesempatan mengungkapkan dan menjalankan inisiatif.
14) Esprit de
corps atau kesetiaan pada kelompok, ini menunjukkan perlunya kerja sama kelompok
serta perlunya komunikasi untuk mencapainya ((Manullang,2008:7).
2.2.4.
Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut
George R. Terry mendiskripsikan pekerjaan Manajer berdasarkan fungsinya yakni
perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing),
penggerakkan (Actuating), pengendalian (Controlling) (Siswanto,
2005 : 18).
1). Perencanaan
(Planning)
Perencanaan
adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan
jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan
seefektif mungkin. Perencanaan merupakan fungsi yang mendasar dan utama dari
semua fungsi-fungsi manajemen, karena selain sebagai fungsi yang pertama dan utama,
ia menentukan bagaimana fungsi–fungsi manajemen lainnya akan dilaksanakan atau merupakan
dasar, landasan atau titik tolak dalam melaksanakan tindakan -tindakan
manajerial.
Adapun
menurut Heidjrachman Ranupandojo, perencanaan ialah pengambilan keputusan
tentang apa yang dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, kapan mengerjakannya,
siapa yang mengerjakannya dan bagaimana mengukur keberhasilan pelaksanaannya. Perencanaan
disini menekankan pada perencanaan secara implisit, mengandung arti penentuan
tujuan, pengembangan kebijakan, program, sistem dan prosedur, guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Dari
definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan adalah proses
kegiatan pengambilan keputusan yang mengandung peramalan masa depan tentang fakta,
kebutuhan organisasi yang berhubungan dengan program kegiatan yang akan
dilaksanakan se-efisien mungkin. Jadi, perencanaan harus dapat menggariskan
segala tindakan organisasi agar berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2). Pengorganisasian
(Organizing)
Pengorganisasian
ialah keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas,
serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuhdan bulat
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Fungsi organizing
adalah fungsi pimpinan untuk menetapkan dan mengatur kegiatan yang
dilakukan dalam mencapai tujuan, mengadakan pembagian pekerjaan, menempatkan
orang-orang yang berwenang pada kesatuankesatuan organisatoris atau departemen
serta menetapkan batas-batas wewenang yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
masing-masing. Artinya fungsi pengorganisasian yang menghasilkan organisasi
bukanlah dan tidak boleh dijadikan sebagai tujuan.
3). Pelaksanaan
(Actuating)
Pelaksanaan atau
penggerakan dapat diartikan sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik dan metode
untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik
mungkin demi tercapainya organisasi dengan efisien, efektif dan ekonomis. Pelaksanaan
atau penggerakan (actuating), dilakukan setelah sebuah organisasi
memiliki perencanaan dan melakukan pengorganisasian dengan memiliki struktur organisasi
termasuk tersedianya personil sebagai pelaksana sesuai kebutuhan unit /satuan
kerja yang dibentuk. Diantara kegiatannya adalah melakukan pengarahan,
bimbingan dan komunikasi. Pengarahan dan bimbingan adalah kegiatan menciptakan,
memelihara, menjaga, mempertahankan dan memajukan organisasi melalui setiap
personil, baik secara structural maupun fungsional, agar langkah operasionalnya
tidak keluar dari usaha mencapai tujuan organisasi. Jadi, dalam sebuah
organisasi, fungsi penggerakan merupakan fungsi manajerial yang teramat penting
karena secara langsung berkaitan dengan manusia yang memiliki segala jenis
kepentingan dan kebutuhan masing-masing.
4). Pengawasan (Controlling)
Controlling atau pengawasan
merupakan fungsi manajerial dasar yang sengaja didesain untuk maksud-maksud tertentu
sesuai dengan tujuan kontrol yang diharapkan, sehingga manajer dapat mengetahui
efektivitas sumber-sumber informasi yang ada dalam organisasinya, efektivitas
aktifitas kelompok, serta efektivitas aktifitas setiap individu anggota
organisasinya. Fungsi pengawasan adalah suatu proses untuk mengamati pekerjaan
yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu, dengan maksud
supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Pengawasan yang baik
adalah pengawasan yang dapat segera mengadakan perbaikan dari penyimpangan,
sesaat atau beberapa saat sesudah penyimpangan terjadi. Tujuan utama dari
pengaawasan untuk mencari dan memberitahu kelemahan-kelemahan yang dihadapi,
dimaksud untuk menghindarkan pengertian negative.
Kegiatan
pengontrolan dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan dari
pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan dan sekaligus melakukan tindakan perbaikan apabila
penyimpangan sudah terjadi dari apa yang sudah direncanakan. Dengan demikian,
kegiatan pengontrolan mengusahakan agar pelaksanaan rencana sesuai dengan yang ditentukan
dalam rencana. Oleh karena itu, pengontrolan dimaksudkan agar tujuan yang
dicapai sesuai dengan atau tidak menyimpang dari rencana yang telah ditentukan.
2.3 Konsep Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Menurut
Piagam Pariwisata Berkelanjutan di Insula tahun 1995, menyatakan bahwa
“Pariwisata harus berdasarkan pada kriteria yang berkelanjutan yang intinya
adalah pembangunan yang harus didukung secara ekologis dalam jangka panjang dan
sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap
masyarakat. (Hidayati, 2003 : 14).
Pelaksanaan
kata sustainability dalam pengembangan pariwisata terlihat pada pemenuhan dua
syarat utama, yaitu : memperhatikan kelestarian lingkungan dan orientasi pada
masyarakat lokal. Oleh karena itu pariwisata berkelanjutan harus mencakup aspek
ekonomi, ekologi dan sosio kultural. Kegiatan pariwisata berubah dengan kembali
pada “back to nature” dan yang
terpenting tidak hanya menikmati objek wisata tetapi juga melakukan konservasi
lingkungan. Hal tersebut dilakukan dengan motivasi agar keindahan objek wisata
tidak hanya dinikmati saat ini saja tetapi juga dapat dinikmati oleh generasi
mendatang. (Hidayati, 2003 : 13).
Menurut
WTO, 2002 pariwisata berkelanjutan adalah kegiatan wisata yang mempertemukan
kepentingan pengunjung dan penerima dengan menjaga kesempatan bagi generasi
mendatang untuk dapat pula ikut menikmati wisata ini. Untuk itu diperlukan
adanya sebuah pengelolaan tertentu atas lingkungan dan sumber daya yang
tersedia agar dapat memenuhi kepentingan ekonomi, sosial dan estetika dan tetap
menjaga integritas budaya, proses ekologis yang penting, keanekaragaman hayati
dan sistem pendukung kehidupan. (WTO, 2002 dalam Hidayati, 2003 : 14).
Kegiatan
wisata dianggap berkelanjutan apabila memenuhi syarat yaitu :
1. Secara ekologis berkelanjutan, yaitu
pembangunan pariwisata tidak menimbulkan efek negatif bagi ekosistem setempat.
Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan yang harus diupayakan untuk
melindungi sumber daya alam dan lingkungan dari efek negatif kegiatan wisata.
2. Secara sosial dapat diterima, yaitu mengacu
pada kemampuan penduduk lokal untuk menyerap usaha pariwisata (industri dan
wisatawan) tanpa menimbulkan konflik sosial.
3. Secara kebudayaan dapat diterima, yaitu
masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya turis yang cukup berbeda (tourist culture).
4. Secara ekonomis menguntungkan, yaitu
keuntungan yang didapat dari kegiatan pariwisata dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. (Hidayati, 2003 : 14).
Jadi pembangunan pariwisata berkelanjutan
dalam hal ini adalah pengembangan kawasan Kintamani sebagai daya tarik wisata
yang mendukung upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya serta memberdayakan
masyarakat lokal sehingga dapat berkelanjutan, yaitu hasilnya dapat dinikmati
oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
2.4
Revitalisasi Pengelolaan DTWK Kintamani
Sebuah kajian yang dilakukan oleh permerintah pusat untuk
kawasan Kintamani (Kaldera Batur) pernah dilakukan. Kajian ini dilakukan pada
sebuah kawasan yang memiliki fungsi yang beragam, yaitu suatu kawasan yang
memiliki fungsi bermacam-macam sesuai dengan tema yang diangkat. Dari segi
pariwisata kawasan ini masuk ke dalam kategori Daya Tarik Wisata Khusus (DTWK),
dari segi kelestarian alam, beberapa bagian masuk ke dalam kawasan hutan
lindung, beberapa bagian masuk ke dalam Warisan Budaya Dunia yang ditetapkan
oleh UNESCO dan bahkan baru-baru ini kawasan ini juga ditetapkan masuk ke dalam
Jaringan Geopark Dunia. Beragamnya fungsi yang tertera pada satu kawasan ini menimbulkan
suatu kompleksitas tersendiri terhadap Kajian Revitalisasi yang akan dilakukan.
Secara ekonomi fungsi kawasan ini dikembangkan dalam fungsi
DTWK, sehingga kawasan ini akan memiliki nilai jual melalui pariwisatanya. DTWK
Kintamani ini tidak menyeluruh ke semua desa di Kecamatan Kintamani, tetapi
hanya 15 Desa Administratif, 15 desa adminitratif ini kemudian di usulkan
sebagai deliniasi kawasan Geopark Caldera Batur. Masih dengan deliniasi yang
sama, kawasan ini kemudian diusulkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional (KSPN).
Dari 15 Desa tersebut, Desa Batur
khususnya wilayah Penelokan adalah kawasan yang masuk kategori prioritas yang
memiliki beberapa alasan yang bisa dijabarkan dari hasil analisa, yaitu secara
fungsi memang di kawasan inilah banyak terjadi degradasi fungsi dan fisik
kawasan. Disamping juga di kawasan ini
merupakan tampilan awal (shoot view)
untuk menikmati keindahan kawasan danau batur secara keseluruhan.
Sesuai dengan Pasal 2 UU No. 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, maka kepariwisataan diselenggarakan
berdasarkan asas : manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan,
kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan
dan kesatuan.
Pasal 19 Ayat (2), UU No. 10
Tahub 2009 tersebut menyatakan bahwa setiap orang dan atau masyarakat di dalam
dan disekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas untuk menjadi
pekerja/buruh, kensinyasi dan pengelola.
Pengelolaan daya tarik wisata dapat
dilakukan dalam beberapa format yaitu :
1. Sepenuhnya dilakukan oleh
pihak swasta dimana Pemda bertugas dalam hal pembinaan dan pengawasan.
2. Dikelola bersama antara pemda
dengan desa/masyarakat lokal dengan sistim bagi hasil.
3. Dikelola bersama desa/masyarakat
lokal, pemda dan investor dengan sistem bagi hasil.
4. Sepenuhnya dikelola oleh pemda
dengan pembentukan tim.
Kondisi saat ini, DTWK Kintamani
dikelola langsung oleh Pemda Bangli melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bangli. Dengan demikian maka manajemen
pengelolaannya dirasakan kurang optimal dan kurang professional, hal ini
terlihat dari banyaknya permasalahan yang muncul terkait dengan buruknya citra
DTWK Kintamanai dimata wisatawan dan penyedia jasa Biro Perjalanan Wisata,
seperti : terjadinya pungutan tiket masuk yang tidak sesuai, ketidak ramahan
para pedagang acung terhadap wisatawan, keberadaan pasar tumpah yang menggangu
kenyamanan pengunjung, serta berbagai persoalan lainnya.
Pemerintah Kabupaten Bangli dalam
penyelenggaraan kepariwisataan khususnya dalam pengelolaan DTWK Kintamani
(khususnya kawasan Penelokan) hendaknya selalu mengutamakan peran serta
masyarakat lokal terutama yang berkaitan dengan dampaknya terhadap masyarakat
lokal, untuk itu pilihan format kerjasama yang saat ini tepat untuk
dilaksanakan adalah format kerjasama pengelolaan antara Pemda Bangli dengan
desa/masyarakat local dengan sitem bagi hasil.
Kerjasama pengelolaan daya tarik
wisata dilaksanakan atas dasar prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Saling menguntungkan, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
2. Saling menghargai persamaan
kedudukan, keberadaan masing-masing pihak.
3. Saling membantu dan mendukung
untuk meningkatkan kerjasama yang berkesinambungan baik di bidang pembangunan,
pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
4. Akuntabilitas.
5. Kepastian hukum.
Dengan adanya revitalisasi dalam
pengelolaan DTWK Kintamani diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan
yang terjadi selama ini. Dengan adanya format kerjasama pengelolaan antara
Pemda Bangli dengan desa/masyarakat lokal dengan sistem bagi hasil akan dapat
memberikan kontribusi langsung terhadap pendapatan desa dan manfaatnya akan
dirasakan langsung oleh masyarakat lokal, sehingga akan menumbuhkan kesadaran
dan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungannya serta akan
turut serta berperan aktif dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada wisatawan
yang berkunjung guna mewujudkan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.
III.
PENUTUP DAN
REKOMENDASI
Pengelolaan
DTWK Kintamani khusunya Penelokan saat ini dikelola langsung oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli melalui penunjukan petugas pungut
retribusi, hal ini tentunya sangat tidak efisien dari aspek manajerial dan
monitoring, dimana keterbatasan staf dan SDM yang dimiliki tentunya berdampak
negatif terhadap optimalisasi dalam pengelolaannya. Oleh karena itu penulis
merekomendasikan beberapa poin terkait manajemen pengelolaan DTWK Kintamani
yang diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak terkait dengan
pengembangan pariwisata di Kabupaten Bangli sehingga dapat berjalan sesuai
harapan kita bersama, adapun rekomendasi penulis adalah sebagai berikut :
1.
Segera
mengumpulakan semua stake holder pariwisata
(Pemda, Aparatur Pemerintah Desa, Praktisi, Akademisi, Tokoh Masyarakat Lokal) di
kawasan kintamani bersama Pemerintah Kabupaten Bangli untuk menyamakan persepsi
terkait bentuk dan arah kebiajakan pengelolaan DTWK Kintamani sehingga terbentuk
satu visi dan tidak terjadi tumpang tindih program kebijakan dan kepentingan
egosentris dan lintas sektoral.
2.
Manajemen
pengelolaan DTWK Kintamani hendaknya dikelola oleh Badan Pengelola yang
professional serta mengakomodir kepentingan masyarakat lokal disekitar kawasan
Kintamani, dimana format pengelolaaannya dapat dilakukan dengan membentuk suatu
Badan Pengelola Profesional yang secara struktural berada dibawah kendali Badan
Perwakilan masing-masing desa di kawasan inti (15 desa/Lokal Working Group),
sehingga segala pungutan terkait retribusi karcis masuk dikelola dalam satu
wadah namun menaungi semua potensi daya tarik wisata yang terdapat di seluruh
kawasan kaldera Batur.
3.
Teknis
pengelolaan hasil retribusi karcis masuk dengan sitem bagi hasil seperti yang
diterapkan di beberapa daya tarik wisata di Kabupaten Bangli lainnya (contoh di
Penglipuran dan Pura Kehen) yaitu 60% untuk Pemda Bangli dan 40% untuk Badan
Pengelola. Hasil 40% untuk Badan Pengelola sebagain digunakan untuk biaya
operasinal Badan Pengelola dan sisanya diserahkan kepada masing-masing desa di
kawasan inti (15 desa) dengan system pembagian rata, hal ini dilakukan karena
semua potensi daya tarik wisata di sekitar kawasan danau Batur saling
melengkapi, dimana keindahan salah satu klaster sangat dipengaruhi oleh
keberadaan klaster yang lain. (contoh : kawasan Penelokan tidak akan menarik
jika tanpa didukung oleh keindahan panorama Danau Batur dan Gunung Batur di
bawah serta panorama perbukitan disekitarnya). Kedepan proporsi pembagian hasil
di usahaakan utk lebih besar ke Badan Pengelola.
4.
Pembangunan
pintu masuk (entrance gate) dan sentral
parkir menuju kawasan Penelokan, yaitu dari pintu timur (suter/abang), selatan
( Banjar Petung), barat (sekardadi), dan utara (perbatasan penulisan dengan
Batur), namun tetap menggunakan satu tiket masuk yang dikelola oleh satu Badan
Pengelola. (tiket masuk disertai dengan brosur potensi daya tarik wisata dari
masing-masing klaster).
5.
Pembangunan
Kantor Badan Pengelola sekaligus sebagai pusat tourist information center di sekitar museum Gunungapi Batur
sebagai titik pusat pengelolaan.
6.
Untuk
meningkatkan pendapatan pariwisata di masing-masing klaster, dorong upaya
mengemas dan menyajikan potensi khas daya tarik wisata pada masing-masing
klaster sehinga memotifasi Local Working Group
(LWG) untuk terus berbenah dan berinovasi mengembangkan sumber daya lokalnya
untuk dijadikan sebagai paket wisata minat khusus (optional tour) yang ditawarkan pada loket tourist information center di masing-masing pintu masuk (entrance gate) dalam bentuk media cetak
(brosur) maupun media elektronik (website).
DAFTAR PUSTAKA
Alwi
Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka.
Hidayati, Deny. 2003. Ekowisata : Pembelajaran dari
Kalimantan Timur. Jakarta : Pusat Penelitian Kependudukan-LIPI.
Manullang. Marihot. 2008. Manajemen
Personalia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus
umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Sirtha,
I Nyoman. 2007. Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan dengan Perspektif Sosial
Budaya. Dalam 45 Tahun Universitas Udayana. Denpasar: Universitas Udayana.
Siswanto.
2005. Manajemen-Analisa. Yogyakarta : ANDI
Undang-Undang RI
Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
http://www.slideshare.net/bagaskaramanjerkawurian/materi-pembahasan-laporan-akhir-print-version
Subscribe to:
Comments (Atom)